Nikmatilah Stres, Karena Tak
Punya Stres Bisa Bahaya
Jakarta, Stres tinggi dikenal sebagai biang segala penyakit,
namun stres tidak semuanya buruk. Stres tetap dibutuhkan dalam kadar yang tepat
untuk dapat merangsang sistem otak. Jarang terkena stres juga dapat berdampak
buruk bagi kesehatan.
Kehidupan yang bebas dari
stres sering dianggap sangat membahagiakan dan menyehatkan. Tapi nyatanya stres
juga bisa menyehatkan otak. Maka itu nikmatilah beberapa stres yang muncul agar
terhindari dari bahaya kesehatan.
Menurut penelitian terbaru
seperti dilansir Time, Sabtu (24/12/2011), orang yang paling
bahagia dan sehat adalah orang yang memiliki setidaknya beberapa paparan stres
dan pengalaman negatif.
Meski banyak penyakit yang
dipicu atau diperparah dengan tingkat stres yang tinggi, namun stres tidak
semuanya buruk. Stres dalam kadar sedang tetap diperlukan untuk perkembangan
tubuh yang sehat. Yang berbahaya adalah stres dengan kadar besar dan tidak
berkendali, terutama di usia awal kehidupan.
Tinjauan baru menambahkan bukti
bahwa sistem otak berfungsi sama seperti otot, harus diperkuat melalui latihan
secara bertahap dengan meningkatkan beban pada tahap pembangunan yang
tepat.
Tetapi otot juga akan 'layu'
tanpa olahraga dan terluka jika tiba-tiba dimuati terlalu banyak beban tanpa
pelatihan sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada otak dengan beban latihan
adalah stres.
Dalam sebuah penelitian,
peneliti mewawancarai 2.000 orang dewasa tentang pengalaman hidup dengan 37
kejadian negatif, seperti penyakit serius atau cedera, perceraian orangtua,
kematian anggota keluarga, bencana alam serta pelecehan fisik dan seksual.
Peserta juga memberikan informasi tentang berapa umur mereka ketika berbagai
peristiwa terjadi.
Partisipan juga ditanya
tentang tingkat kesusahan, fungsi di tempat kerja dan dalam hubungan mereka,
gejala pasca-trauma stres dan kepuasan hidup secara keseluruhan. Partisipan
diikuti selama dua tahun.
Tidak mengherankan, banyak
pengalaman negatif yang diderita di masa lalu, akan berdampak pada gangguan dan
stres trauma, serta kurang puasnya dengan kehidupan. Namun hal itu menurut
peneliti tidak berlaku secara linier.
Dengan kata lain, stres
terlalu banyak dapat membuat hidup Anda sulit, tetapi memiliki stres yang
sedikit pun akan menyebabkan masalah yang serupa.
Karena orang yang sudah cukup
melalui masalah (stres dalam tingkat sedang) memiliki kemampuan untuk mengatasi
dan memiliki cukup jaringan yang lebih mapan dalam dukungan sosial, sehingga
lebih mudah bagi mereka untuk menangani pengalaman yang sulit di kemudian hari.
9 Gejala Stres yang Dirasakan oleh Tubuh
1. Sakit kepala
"Stres yang tiba-tiba dapat mengakibatkan
Anda terserang migrain. Tidur dan makanlah secara teratur untuk meminimalkan
sakit kepala dan minumlah obat-obatan yang alami untuk meringankannya,"
kata Todd Schwedt, MD, kepala University Headache Center di Washington.
2. Kram Perut
Studi di Harvard menemukan bahwa wanita yang
mengalami stres pada periode menstruasinya akan mengalami kram perut dua kali
lipat lebih menyakitkan daripada biasanya.
Hal ini karena ketidakseimbangan yang
disebabkan oleh hormon stres. Berolahraga ringan dapat mengurangi aktivitas
sistem saraf simpatik yang dapat menenangkan kram dan stres.
3. Sakit Rahang
Gigi yang bergemeretak ketika tidur dapat
diperburuk oleh stres hingga menyebabkan rasa sakit pada rahang. Konsultasikan
pada dokter gigi Anda tentang masalah pada rahang tersebut juga konsultasikan
bagaimana cara mengatasi gigi yang bergemeretak ketika tidur.
4. Mimpi Buruk
Ketika Anda sedang stres, Anda akan lebih
sering terbangun dan memungkinkan citra yang tidak menyenangkan muncul dalam
mimpi Anda sepanjang malam.
Kebiasaan tidur yang baik dapat membantu
mencegah hal ini. Pastikan Anda tidur 7 sampai 8 jam setiap malam, dan hindari
mengonsumsi kafein dan minuman beralkohol sebelum tidur.
5. Pendarahan Gusi
Menurut penelitian di Brasil, orang yang stres
memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap penyakit periodontal. Peningkatan
hormon stres dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan bakteri untuk
menyerang gusi. Rajinlah menggosok gigi dan menjaga kebersihan mulut Anda.
6. Munculnya Jerawat
Stres meningkatkan peradangan yang menyebabkan
jerawat. Anda dapat mencegah pertumbuhan jerawat dengan menggunakan lotion yang
mengandung asam salisilat atau benzoyl peroxide yang membasmi bakteri penyebab
jerawat, juga pakailah pelembab noncomedogenic sehingga kulit tidak terlalu
kering.
7. Kulit Gatal
Sebuah penelitian di Jepang baru-baru ini
terhadap lebih dari 2.000 orang menemukan bahwa orang yang stres memiliki
kemungkinan menderita gatal kronis, atau pruritus dua kali lipat lebih besar.
Perasaan cemas atau tegang juga memperburuk
kondisi yang mendasari penyakit kulit lainnya seperti dermatitis dan eksim
psoriasis. Hormon stres mengaktifkan serabut saraf yang menyebabkan sensasi
gatal.
8. Alergi semakin Parah
Pada penelitian yang dilakukan tahun 2008 di
Ohio State University College of Medicine menemukan bahwa penderita alergi yang
sedang stres akan menunjukkan gejala alergi yang lebih serius.
Hormon stres dapat merangsang produksi IgE,
protein darah yang menimbulkan reaksi terhadap alergi.
9. Sakit Perut
Kecemasan dan stres dapat menyebabkan sakit
perut, bersama dengan sakit kepala, sakit punggung, dan insomnia.
Jangan Coba-coba Lakukan 10 Hal Ini Jika Ingin
Bahagia
1. Merenungkan masa lalu
Setiap orang pasti pernah mengalami trauma
selama hidupnya. Cara seseorang untuk menghadapi trauma itu bisa saja
membedakan cara orang yang bersangkutan untuk mendapatkan kebahagiaan.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam
jurnal Psychological Science mengungkapkan bahwa selalu memikirkan
kejadian di masa lalu merupakan pemicu utama depresi klinis.
Hal ini karena banyak orang menderita apa yang
disebut bias memori selektif (selective memory bias). Studi yang
dipimpin oleh pakar neurosains kognitif Dr. Elizabeth Kensinger dari Boston
College mengungkapkan bahwa orang cenderung lebih banyak mengingat
kejadian-kejadian negatif di masa lalu daripada kejadian positif.
Semakin banyak hal buruk yang diingat maka
mereka akan semakin cenderung terlalu menekankan hal itu dan membesar-besarkan
dampaknya terhadap kehidupannya di masa kini.
Masa lalu memang tak bisa diubah namun
merenungkannya memberikan perasaan ketidakberdayaan dan kepahitan yang kuat.
2. Mengejar ketenaran atau uang
Banyak penelitian ilmiah menunjukkan bahwa
kekayaan, barang-barang mewah dan ketenaran hanya memberikan sedikit pengaruh
terhadap kebahagiaan.
Survei yang dilakukan terhadap sejumlah
milyarder Amerika dan dipublikasikan dalam jurnal Social Indicators Research
menemukan bahwa sebagai sebuah kelompok masyarakat, mereka tak lebih bahagia
dibandingkan rata-rata kelas menengah Amerika.
Hanya sedikit milyarder Amerika yang mengaku
bahagia namun tak ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah uang. Lalu apa
yang membuat mereka bahagia? Rata-rata mengaku dilimpahi kehangatan dan cinta
dari pasangannya serta menemukan tujuan hidupnya.
Studi lain dari University of Rochester
menunjukkan bahwa orang-orang yang mengejar ketenaran sebagai tujuan utama
hidupnya takkan merasa bahagia dibandingkan mereka yang memiliki ambisi lebih
tinggi.
3. Mencemaskan masa depan
Merenungkan masa lalu memang bisa menyebabkan
depresi, namun hal ini sama halnya dengan mencemaskan masa depan.
Penelitian yang dilakukan oleh psikolog Suzanne
Segerstrom dari University of Kentucky menemukan bahwa semakin banyak waktu
yang dihabiskan seseorang untuk memikirkan tentang 'bagaimana jika sesuatu yang
buruk terjadi' maka mereka semakin cenderung membayangkan sesuatu yang sebenarnya
takkan terjadi. Hal ini jelas-jelas menimbulkan emosi yang tak ada gunanya dan
buang-buang waktu.
Hal ini tak hanya akan menimbulkan kecemasan
namun penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Circulation ini juga
mengindikasikan risiko penyakit jantung koroner hingga memperpendek angka
kelangsungan hidup.
4. Terobsesi dengan penampilan fisik
Pada suatu waktu nanti, kecantikan itu akan
memudar sehingga jika Anda terobsesi dengan hal itu maka kebahagiaan Anda ikut
hilang bersamanya.
Sebuah studi dalam Journal of Positive
Psychology mengemukakan bahwa seorang model yang berada di puncak
kecantikannya sekalipun seringkali merasa tak bahagia dan memiliki lebih banyak
masalah psikologis dibandingkan rekan-rekannya.
Studi lain dalam Australian and New Zealand Journal
of Psychiatry yang mengamati anak-anak beusia 9-12 tahun menemukan bahwa
orang-orang yang percaya kecantikan merupakan sumber kebahagiaan lebih
cenderung terkena depresi dibandingkan orang yang tidak berpikir begitu.
Kecantikan membuat orang menjadi bergantung
pada evaluasi orang lain. Hal ini menciptakan kecemasan karena harapan terhadap
kebahagiaan akan diberikan oleh kenalan dan orang asing yang opini atau cara
berpikirnya tak bisa dikontrol oleh orang yang tergila-gila pada penampilan
fisik itu.
5. Melakukan kebiasaan buruk secara otomatis
Kebiasaan muncul setelah dilakukan berulang
kali hingga alam bawah sadar bisa melakukannya tanpa terencana. Masalahnya,
banyak orang dengan kebiasaan buruk yang biasa dilakukan secara otomatis tanpa
menyadari bahwa kebiasaan semacam itu menjauhkannya dari pencapaian tujuan dan
kebahagiaan.
Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Scientific
American mengungkapkan bahwa banyaknya 'kegagalan untuk mendapatkan
kebahagiaan' itu justru berasal dari kebiasaan buruk, bukannya ketidakmampuan
untuk mencapai kebahagiaan itu sendiri.
Kabar baiknya, sekali Anda menyadari bahwa
beberapa kebiasaan mensabotase kebahagiaan Anda, sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Phillippa Lally dan dipublikasikan dalam European Journal of
Social Psychology menunjukkan bahwa Anda bisa mengubahnya hanya dalam 18
hari.
6. Berpikir secara hitam dan putih
Orang-orang cenderung berpikiran menyimpang
sehingga membuat sejumlah hal tampaknya lebih buruk dari kenyataannya.
Berpikir bahwa setiap masalah atau orang hanya
ada dua macam yaitu baik atau buruk atau menggunakan kata-kata seperti tak
pernah (never), tak ada (nothing), segalanya (everything)
atau selalu (always) menunjukkan bahwa Anda adalah pemikir yang
terpolarisasi.
Penelitian yang dipublikasikan oleh psikolog
Nalini Ambady dari Stanford University telah menunjukkan bahwa pemikiran yang
terpolarisasi menciptakan sedikitnya dua masalah serius:
Pertama, kondisi ini menjamin realitanya telah
menyimpang sehingga mendorong munculnya keputusan yang buruk dan kesalahan
kritis dalam menilai sesuatu. Kedua, terlalu banyak pikiran menyimpang
memperbesar emosi negatif seperti depresi, kecemasan, kemarahan dan ketakutan.
7. Pesimis
Menurut penelitian, orang yang optimis hidupnya
lebih lama dan lebih sehat. Psikolog Martin Seligman dari University of
Pennsylvania telah mempublikasikan penelitian ekstensif yang menunjukkan bahwa
orang yang optimis juga lebih sukses dalam berkarir, menghasilkan lebih banyak
uang, punya lebih banyak teman serta memiliki hubungan romantis yang lebih
tahan lama dan lebih baik daripada orang yang pesimis.
Secara kritis, penelitian baru dalam jurnal Psychological
Science juga mengemukakan bahwa orang yang positif memiliki persepsi yang
akurat terhadap realita dan menghadapi stres lebih baik daripada orang yang
negatif.
Ketika hal-hal buruk terjadi pada orang yang
optimis, mereka akan lebih tahan banting, lebih cepat untuk bangkit dan
cenderung memenangkan kesulitan yang dihadapinya dibandingkan orang yang pesimis.
8. Berkutat dalam lingkungan yang negatif
Entah itu film, musik, video game atau tempat
tinggal, lingkungan fisik bisa mempengaruhi kebahagiaan seseorang lebih banyak
dari yang mereka sadari.
Penelitian menunjukkan bahwa setiap manusia
sangat rentan dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri. Tak adanya cahaya alami
yang masuk ke rumah, terlalu banyak kekacauan atau pencitraan yang buruk dapat
memicu kecemasan, depresi dan insomnia.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal
of Broadcasting and Electronic Media and Psychological Science menunjukkan
bahwa terlalu banyak konsumsi media negatif seperti menonton film atau berita
yang menyedihkan, memainkan video game yang penuh kekerasan, mendengarkan musik
yang marah atau sedih serta membaca buku-buku yang isinya mengganggu dapat
menyakiti mood, emosi dan prospek kehidupan Anda.
9. Berkumpul dengan orang-orang yang salah
Hampir sama dengan lingkungan fisik, keluarga
atau teman-teman yang bersifat negatif, tak bahagia atau labil dapat menularkan
karakteristiknya itu kepada Anda.
Beberapa studi yang dilakukan pakar ilmu sosial
dan dokter Nicholas Christakis dari Harvard menunjukkan bahwa pikiran dan
emosi, baik itu positif maupun negatif sangatlah menular dan bisa
ditransmisikan satu sama lain hanya dalam waktu 1 detik.
Temuan lain menyatakan, orang-orang yang
mempertahankan hubungan yang sehat akan lebih bahagia daripada mereka yang
tidak melakukannya. Jaringan sosial yang kuat merupakan alasan mengapa orang
Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia, dilaporkan memiliki tingkat
kebahagiaan tertinggi dibandingkan orang-orang di negara maju.
10. Egois
Sebuah studi menemukan bahwa memahami
perspektif orang lain, berbelas kasih dan membantu orang lain tanpa pamrih
sangat penting untuk mencapai kebahagiaan.
Jika orang-orang semakin terfokus pada dirinya
sendiri maka mereka akan semakin sering merenungkan, mengkhawatirkan dan
membuat persepsi terhadap munculnya realita yang terburuk.
Studi lain yang dilakukan oleh Stephen G. Post
dari Case Western Reserve University mengungkapkan bahwa orang-orang yang penuh
perhatian dan suka membantu terlihat lebih bahagia, emosinya lebih tangguh,
lebih sedikit memiliki masalah psikologis serta mengalami peningkatan kesehatan
fisik dan angka harapan hidup.
Orang-orang semacam ini juga lebih cenderung
mendapatkan promosi di tempat kerjanya, jarang stres dan tak mudah marah.