Etika Pariwara Indonesia
LANDASAN
PPPI
1. PERSPEKTIF
PPPI mengamati dengan seksama segala perkembangan dan kecendrungan yang terjadi di bidang periklanan, baik yang menyangkut aspek-aspek internal dan nasional, maupun yang menyangkut aspek internasional.
Dalam aspek internal, PPPI menyimak telah terjadinya pendewasaan, serta kehendak yang kuat untuk melakukan modernisasi dalam tubuh asosiasi. Untuk itu, PPPI menyempurnakan segala gerak langkahnya, agar tercapai kewirausahaan, dan profesionalitas yang setinggi-tingginya, dipandu oleh etika dan moral bangsa, serta dengan visi yang jauh kedepan.
Dalam aspek nasional, PPPI merasa terpanggil untuk mengembangkan periklanan nasional menjadi suatu totalitas kegiatan komunikasi pemasaran, dan yang berpadanan dengan dinamika jaman, namun tetap berakar pada budaya dan tradisi kemasyarakatan Indonesia. PPPI mengembangkan dan memanfaatkan persaingan yang terjadi antara para anggota maupun dengan para mitra usahanya, agar persaingan tersebut justru berdampak saling menghidupi, melengkapi, atau memajukan.
PPPI senantiasa mengambil peran penting dalam peningkatan kondisi ekonomi dan sosial-budaya masyarakat, melalui dukungan komunikasi pemasaran yang maslahat, efektif dan efisien.
Dalam aspek internasional, PPPI mengamati terciptanya ancaman maupun peluang sebagai dampak dari pergeseran sentra-sentra pasar, perubahan metode-metode pemasaran, dan perkembangan teknologi komunikasi, dengan berbagai dampak dan implikasinya bagi perkembangan komunikasi pemasaran nasional.
1. PERSPEKTIF
PPPI mengamati dengan seksama segala perkembangan dan kecendrungan yang terjadi di bidang periklanan, baik yang menyangkut aspek-aspek internal dan nasional, maupun yang menyangkut aspek internasional.
Dalam aspek internal, PPPI menyimak telah terjadinya pendewasaan, serta kehendak yang kuat untuk melakukan modernisasi dalam tubuh asosiasi. Untuk itu, PPPI menyempurnakan segala gerak langkahnya, agar tercapai kewirausahaan, dan profesionalitas yang setinggi-tingginya, dipandu oleh etika dan moral bangsa, serta dengan visi yang jauh kedepan.
Dalam aspek nasional, PPPI merasa terpanggil untuk mengembangkan periklanan nasional menjadi suatu totalitas kegiatan komunikasi pemasaran, dan yang berpadanan dengan dinamika jaman, namun tetap berakar pada budaya dan tradisi kemasyarakatan Indonesia. PPPI mengembangkan dan memanfaatkan persaingan yang terjadi antara para anggota maupun dengan para mitra usahanya, agar persaingan tersebut justru berdampak saling menghidupi, melengkapi, atau memajukan.
PPPI senantiasa mengambil peran penting dalam peningkatan kondisi ekonomi dan sosial-budaya masyarakat, melalui dukungan komunikasi pemasaran yang maslahat, efektif dan efisien.
Dalam aspek internasional, PPPI mengamati terciptanya ancaman maupun peluang sebagai dampak dari pergeseran sentra-sentra pasar, perubahan metode-metode pemasaran, dan perkembangan teknologi komunikasi, dengan berbagai dampak dan implikasinya bagi perkembangan komunikasi pemasaran nasional.
2. VISI
PPPI menyadari dengan sepenuh hati cita-cita seluruh bangsa dan negara untuk terwujudnya tumpah darah yang berkeadilan dan kemakmuran, berdasarkan falsafah bangsa dan konstitusi negara.
Bahwa upaya mewujudkan cita-cita itu, hanya dapat tercapai melalui pranata kenegaraan yang demokratis, dalam prikehidupan kemasyarakatan yang madani, dan yang dikelola oleh pamong yang amanah.
Bahwa pranata, peri kehidupan, dan kepamongan yang sedemikian, mensyarakatkan pula tercapainya tingkat kecanggihan yang tinggi pada industri periklanan nasional.
Bahwa industri periklanan nasional yang berpadanan, dengan tuntutan kebutuhan komunikasi dan pemasaran dunia, akan senantiasa membutuhkan upaya-upaya yang aktif, positif dan kreatif, dari segenap komponennya.
3. MISI
Dalam kiprahnya,usaha periklanan akan senantiasa turut berperan melaksanakan pembangunan sesuai dengan cita-citanya dan falsafah bangsa, maupun amanat dari isi dan jiwa konstitusi negara. Karena itu segala sumber daya periklanan perlu senantiasa dibina, diarahkan dan dimanfaatkan sebagai komponen penting dari aset nasional.
Sebagai komponen dan aset nasional, periklanan harus secara aktif, positif dan kreatif, terus membuktikan dirinya sebagai pemicu dan pemacu dinamika pembangunan bangsa dan negara.
Mengantisipasi kompleksitas tantangan pembangunan nasional, khusunya yang berdimensi persaingan global, periklanan perlu terus meningkatkan profesionalitas yang berlandaskan etika serta nilai-nilai luhur bangsa, seraya senantiasa membentengi diri dan masyarakat dengan ketahanan akal budi, dan budaya.
Semua ini diyakini akan menjadi periklanan nasional berkembang sebagai kekuatan digdaya, dan yang bukan saja ikut memperoleh manfaat dari perkembangan perekonomian dunia, namun sekalipun mampu mengimbangi segala pengaruh negatif yang mungkin timbul, akibat terjadinya saling budaya.
4. FUNGSI, PERAN DAN TANGGUNG JAWAB
Memelopori ditegakkannya swakrama antara seluruh seluruh unsur periklanan nasional, atas dasar saling memajukan dan saling menghormati, demi terciptanya periklanan yang sehat, jujur dan bertanggung jawab.
Mendinamisasikan segala upaya untuk memajukan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, maupun segala etika yang terkait, baik kedalam, maupun terhadap semua mitra kerjanya.
Memantapkan eksistensinya dengan menjadi asosiasi yang memberi manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh anggotanya, serta yang mengayomi, berwibawa, dan dibanggakan.
Meningkatkan citra asosiasi dan para anggotanya, dengan senantiasa mensosialisasikan peran, fungsi dan tanggung jawab periklanan dalam perkembangan bangsa dan negara.
Membela kepentingan industri periklanan nasional dalam percaturan internasional.
PPPI menyadari dengan sepenuh hati cita-cita seluruh bangsa dan negara untuk terwujudnya tumpah darah yang berkeadilan dan kemakmuran, berdasarkan falsafah bangsa dan konstitusi negara.
Bahwa upaya mewujudkan cita-cita itu, hanya dapat tercapai melalui pranata kenegaraan yang demokratis, dalam prikehidupan kemasyarakatan yang madani, dan yang dikelola oleh pamong yang amanah.
Bahwa pranata, peri kehidupan, dan kepamongan yang sedemikian, mensyarakatkan pula tercapainya tingkat kecanggihan yang tinggi pada industri periklanan nasional.
Bahwa industri periklanan nasional yang berpadanan, dengan tuntutan kebutuhan komunikasi dan pemasaran dunia, akan senantiasa membutuhkan upaya-upaya yang aktif, positif dan kreatif, dari segenap komponennya.
3. MISI
Dalam kiprahnya,usaha periklanan akan senantiasa turut berperan melaksanakan pembangunan sesuai dengan cita-citanya dan falsafah bangsa, maupun amanat dari isi dan jiwa konstitusi negara. Karena itu segala sumber daya periklanan perlu senantiasa dibina, diarahkan dan dimanfaatkan sebagai komponen penting dari aset nasional.
Sebagai komponen dan aset nasional, periklanan harus secara aktif, positif dan kreatif, terus membuktikan dirinya sebagai pemicu dan pemacu dinamika pembangunan bangsa dan negara.
Mengantisipasi kompleksitas tantangan pembangunan nasional, khusunya yang berdimensi persaingan global, periklanan perlu terus meningkatkan profesionalitas yang berlandaskan etika serta nilai-nilai luhur bangsa, seraya senantiasa membentengi diri dan masyarakat dengan ketahanan akal budi, dan budaya.
Semua ini diyakini akan menjadi periklanan nasional berkembang sebagai kekuatan digdaya, dan yang bukan saja ikut memperoleh manfaat dari perkembangan perekonomian dunia, namun sekalipun mampu mengimbangi segala pengaruh negatif yang mungkin timbul, akibat terjadinya saling budaya.
4. FUNGSI, PERAN DAN TANGGUNG JAWAB
Memelopori ditegakkannya swakrama antara seluruh seluruh unsur periklanan nasional, atas dasar saling memajukan dan saling menghormati, demi terciptanya periklanan yang sehat, jujur dan bertanggung jawab.
Mendinamisasikan segala upaya untuk memajukan Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia, maupun segala etika yang terkait, baik kedalam, maupun terhadap semua mitra kerjanya.
Memantapkan eksistensinya dengan menjadi asosiasi yang memberi manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh anggotanya, serta yang mengayomi, berwibawa, dan dibanggakan.
Meningkatkan citra asosiasi dan para anggotanya, dengan senantiasa mensosialisasikan peran, fungsi dan tanggung jawab periklanan dalam perkembangan bangsa dan negara.
Membela kepentingan industri periklanan nasional dalam percaturan internasional.
PENGANTAR TATA KRAMA PERIKLANAN
1. HIRARKI ATURAN
- Undang-undang R.I
- Peraturan Presiden R.I
- Peraturan Pemerintah R.I Kode Etik Profesi
- Peraturan Menteri
- Peraturan Direktur Jenderal
2. PERATURAN
Sifatnya mengikat
- Yang mengawasi dan membina jelas
- Rambu-rambunya jelas
- Ada sanksi yang jelas
3. TATA KRAMA
Tata Krama tidak mengikat
- Tergantung kepada niat dan hati nurani masing-masing.
- Yang mengawasi dan membina jelas
- Tidak ada sanksi yang memberatkan
- Sanksi tidak bisa diterapkan
- Pengawasan dan pembinaan tidak efektif
- Rambu-rambunya terbuka atas interpretasi
4. ACUAN
- UU RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
- UU RI Nomor 40 Tahun 1999
- UU RI Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran
- UU RI Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
- PP RI Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan
1. HIRARKI ATURAN
- Undang-undang R.I
- Peraturan Presiden R.I
- Peraturan Pemerintah R.I Kode Etik Profesi
- Peraturan Menteri
- Peraturan Direktur Jenderal
2. PERATURAN
Sifatnya mengikat
- Yang mengawasi dan membina jelas
- Rambu-rambunya jelas
- Ada sanksi yang jelas
3. TATA KRAMA
Tata Krama tidak mengikat
- Tergantung kepada niat dan hati nurani masing-masing.
- Yang mengawasi dan membina jelas
- Tidak ada sanksi yang memberatkan
- Sanksi tidak bisa diterapkan
- Pengawasan dan pembinaan tidak efektif
- Rambu-rambunya terbuka atas interpretasi
4. ACUAN
- UU RI Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
- UU RI Nomor 40 Tahun 1999
- UU RI Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran
- UU RI Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan
- PP RI Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan
ACUAN
- Keputusan Menteri Kesehatan RI No. (rancangan) Tentang Petunjuk Pelaksanaan PP RI Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan
- PP RI No.81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
- PP RI No.38 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas PP No.81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
- Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 368/Men.Kes/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah Tangga, Makanan, dan Minuman.
- Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia yang disempurnakan.
- Keputusan Menteri Kesehatan RI No. (rancangan) Tentang Petunjuk Pelaksanaan PP RI Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan
- PP RI No.81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
- PP RI No.38 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas PP No.81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
- Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 368/Men.Kes/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah Tangga, Makanan, dan Minuman.
- Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia yang disempurnakan.
DEFINISI IKLAN
Segala bentuk pesan tentang suatu produk disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
JENIS IKLAN
- Iklan di Media Massa termasuk Luar Ruang & Internet
- Advertorial
- 'Built-in'
- Poster & Selebaran
- Iklan Baris
Segala bentuk pesan tentang suatu produk disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
JENIS IKLAN
- Iklan di Media Massa termasuk Luar Ruang & Internet
- Advertorial
- 'Built-in'
- Poster & Selebaran
- Iklan Baris
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 8 TAHUN
1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Pasal 9
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah:
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterengan yang lengkap;
k. Mengandung sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan.
Pasal 13
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
Pasal 17
1. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. Mengelabui konsumen mengenai fasilitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa.
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa
c. Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah:
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterengan yang lengkap;
k. Mengandung sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a. Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b. Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e. Bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal 12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan.
Pasal 13
1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
Pasal 17
1. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
a. Mengelabui konsumen mengenai fasilitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa.
b. Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa
c. Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e. Mengeksploitasi kejadian dan/atau seorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f. Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 60
1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.
2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
3. Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62
1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)
2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
a. Perampasan barang tertentu;
b. Pengumuman keputusan hakim;
c. Pembayaran ganti rugi;
d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. Pencabutan izin usaha.
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal 60
1. Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.
2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
3. Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62
1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah)
2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
a. Perampasan barang tertentu;
b. Pengumuman keputusan hakim;
c. Pembayaran ganti rugi;
d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. Pencabutan izin usaha.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIANOMOR 40 TAHUN 1999TENTANG
P E R S
P E R S
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
:
a.
bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi
unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan
pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus
dijamin;
b.
bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis,
kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak
memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang
diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan
umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
c.
bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan
pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya
dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga
harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan
dan paksaan dari manapun;
d.
bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
e.
bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pers
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah
dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman;
f.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan
e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;
Mengingat
:
1. Pasal 5 ayat
(1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undang- undang Dasar 1945;
2. Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Dengan
persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG PERS. UU
BAB
I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
1.
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar,
suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang
tersedia.
2.
Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers
meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau
menyalurkan informasi.
3.
Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media
elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh
informasi.
4.
Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5.
Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6.
Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7.
Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
8.
Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi
informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau
peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban
melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan
jurnalistik.
9.
Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan
peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak
Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama
dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak
Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12. Hak
Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan
informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang
lain.
13.
Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu
informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah
diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode
Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB
II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS
Pasal
2
Kemerdekaan
pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal
3
(1) Pers nasional mempunyai fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
(2) Disamping fungsi-fungsi
tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Pasal
4
(1) Kemerdekaan pers dijamin
sebagai hak asasi warga negara.
(2) Terhadap pers nasional tidak
dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
(3) Untuk menjamin kemerdekaan
pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan
gagasan dan informasi.
(4) Dalam mempertanggungjawabkan
pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal
5
(1) Pers nasional berkewajiban
memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa
kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
(2) Pers wajib melayani Hak Jawab.
(3) Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal
6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai
berikut :
a. memenuhi hak masyarakat untuk
mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi,
mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat
kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
d.
melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB
III
WARTAWAN
WARTAWAN
Pasal
7
(1)
Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
(2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
(2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal
8
Dalam
melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB
IV
PERUSAHAAN PERS
PERUSAHAAN PERS
Pasal
9
(1)
Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
(2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
(2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal
10
Perusahaan
pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk
kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan
lainnya.
Pasal
11
Penambahan
modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
Pasal
12
Perusahaan
pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui
media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat
percetakan.
Pasal
13
Perusahaan
iklan dilarang memuat iklan :
a.
yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu
kerukunan hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan
masyarakat;
b.
minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.
peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal
14
Untuk
mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara
Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB
V
DEWAN PERS
DEWAN PERS
Pasal 15
(1) Dalam
upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional,
dibentuk Dewan Pers yang independen.
(2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi
sebagai berikut :
a. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
b. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
c. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
d. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
e. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun
peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
f. mendata perusahaan pers;
(3) Anggota Dewan Pers terdiri dari :
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang
lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
(4) Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers
dipilih dari dan oleh anggota.
(5)
Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan
dengan keputusan Presiden.
(6)
Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya
dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
(7) Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal
dari :
a. organisasi pers;
b. perusahaan pers;
c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB
VI
PERS ASING
PERS ASING
Pasal
16
Peredaran
pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia
disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB
VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal
17
(1) Masyarakat dapat melakukan
kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh
informasi yang diperlukan.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat berupa :
a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB
VIII
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Pasal
18
(1) Setiap orang yang secara
melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau
menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(2) Perusahaan pers yang
melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
(3) Perusahaan pers yang
melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB
IX
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal
19
(1) Dengan berlakunya undang-undang
ini segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan
atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang
tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan
undang-undang ini.
(2) Perusahaan pers yang sudah ada
sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan
ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak
diundangkannya undang-undang ini.
BAB
X
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
20
Pada
saat undang-undang ini mulai berlaku :
1. Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
2. Undang-undang
Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang
Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat
(3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar
harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala; Dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal
21
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan
di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MULADI
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MULADI
Salinan
sesuai dengan aslinya.
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
PR
Edy Sudibyo
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
PR
Edy Sudibyo
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN
1997 TENTANG PENYIARAN
Pasal 42
Siaran iklan niaga dilarang memuat:
a. Promosi yang berkaitan dengan ajaran suatu agama atau aliran tertentu, ajaran politik atau idiologi tertentu, promosi pribadi, golongan atau kelompok tertentu;
b. Promosi barang dan jasa yang berlebihan-lebihan dan yang menyesatkan, baik mengenai mutu, asal isi, ukuran, sifat;
c. Iklan minuman keras dan sejenisnya, bahan/zat adiktif serta yang menggambarkan penggunaan rokok;
d. Hal-hal yang bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
Pasal 42
Siaran iklan niaga dilarang memuat:
a. Promosi yang berkaitan dengan ajaran suatu agama atau aliran tertentu, ajaran politik atau idiologi tertentu, promosi pribadi, golongan atau kelompok tertentu;
b. Promosi barang dan jasa yang berlebihan-lebihan dan yang menyesatkan, baik mengenai mutu, asal isi, ukuran, sifat;
c. Iklan minuman keras dan sejenisnya, bahan/zat adiktif serta yang menggambarkan penggunaan rokok;
d. Hal-hal yang bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN
1996 TENTANG PANGAN
Pasal 33
1. Setiap label atau iklan tentang pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan tidak menyesatkan.
2. Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangan melalui, dalam dan atau dengan label atau iklan apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar atau menyesatkan.
1. Setiap label atau iklan tentang pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan tidak menyesatkan.
2. Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangan melalui, dalam dan atau dengan label atau iklan apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar atau menyesatkan.
Pasal 34
1. Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.
1. Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NO. 69
TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN
BAB II
IKLAN PANGAN
Bagian Pertama
BAB II
IKLAN PANGAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 45
2. Penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen atau medium yang dipergunakan untuk myebarkan iklan, turut bertanggung jawab terhadap isi iklan yang tidak benar, kecuali yang bersangkutan telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk meneliti kebenaran isi iklan yang bersangkutan.
3. Untuk kepentingan pengawasan, penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan atau medium yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilarang merahasiakan identitas, nama dan alamat pemasang iklan.
Pasal 47
1. Iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun diedarkan dan atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya.
2. Iklan dilarang semata-mata menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun, kecuali apabila pangan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia dibawah 5 (lima) tahun.
3. Iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak dilarang dimuat dalam media apapun yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak.
4. Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun, dilarang dimuat dalam media massa, kecuali dalam media cetak khusus tentang kesehatan, setelah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, dan dalam iklan yang bersangkutan wajib memuat keterangan bahwa pangan yang bersangkutan bukan pengganti ASI.
Pasal 45
2. Penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen atau medium yang dipergunakan untuk myebarkan iklan, turut bertanggung jawab terhadap isi iklan yang tidak benar, kecuali yang bersangkutan telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk meneliti kebenaran isi iklan yang bersangkutan.
3. Untuk kepentingan pengawasan, penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan atau medium yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilarang merahasiakan identitas, nama dan alamat pemasang iklan.
Pasal 47
1. Iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun diedarkan dan atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya.
2. Iklan dilarang semata-mata menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun, kecuali apabila pangan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia dibawah 5 (lima) tahun.
3. Iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak dilarang dimuat dalam media apapun yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak.
4. Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun, dilarang dimuat dalam media massa, kecuali dalam media cetak khusus tentang kesehatan, setelah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, dan dalam iklan yang bersangkutan wajib memuat keterangan bahwa pangan yang bersangkutan bukan pengganti ASI.
BAB III
IKLAN PANGAN
Bagian Kedua
IKLAN PANGAN
Bagian Kedua
Iklan Pangan yang Berkaitan dengan Gizi dan
Kesehatan
Pasal 48
Pernyataan dalam bentuk apapun tentang manfaat pangan bagi kesehatan yang dicantumkan pada iklan dalam media massa, harus disertai dengan keterangan yang mendukung pernyataan itu pada iklan yang bersangkutan secara jelas sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.
Pasal 48
Pernyataan dalam bentuk apapun tentang manfaat pangan bagi kesehatan yang dicantumkan pada iklan dalam media massa, harus disertai dengan keterangan yang mendukung pernyataan itu pada iklan yang bersangkutan secara jelas sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.
Pasal 49
1. Iklan dalam media massa yang menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus, wajib mencantumkan unsur-unsur dari pangan yang mendukung pernyataan tersebut.
2. Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), iklan tersebut wajib pula memuat keterangan tentang kandungan gizi pangan serta dampak yang mungkin terjadi apabila pangan tersebut dikonsumsi oleh orang lain yang tidak menjalankan diet khusus dimaksud.
Pasal 50
Iklan dilarang memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan.
BAB III
IKLAN PANGAN
Bagian Ketiga Iklan tentang Pangan untuk Kelompok Orang Tertentu
Pasal 51
1. Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun wajib memuat keterangan mengenai peruntukkannya.
2. Selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), iklan dimaksud harus pula memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan.
Pasal 52
Iklan tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan atau kesehatan anak, wajib memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak.
Pasal 53
Iklan dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.
Iklan dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.
BAB III
IKLAN PANGAN
Bagian Keempat
Iklan yang berkaitan dengan Asal dan Sifat Bahan Pangan
Pasal 54
Iklan tentang pangan yang dibuat tanpa menggunakan atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.
Pasal 55
Iklan tentang pangan yang dibuat dari bahan setengah jadi, dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar.
Pasal 56
Iklan yang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral atau zat penambah gizi lainnya tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut.
IKLAN PANGAN
Bagian Keempat
Iklan yang berkaitan dengan Asal dan Sifat Bahan Pangan
Pasal 54
Iklan tentang pangan yang dibuat tanpa menggunakan atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.
Pasal 55
Iklan tentang pangan yang dibuat dari bahan setengah jadi, dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar.
Pasal 56
Iklan yang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral atau zat penambah gizi lainnya tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut.
Pasal 57
Pangan yang dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu hanya dapat dilakukan sebagai berasal dari bahan baku alamiah tersebut, apabila pangan tersebut mengandung bahan alamiah yang bersangkutan tidak kurang dari persyaratan minimal yang ditetapkan dalam standar Nasional Indonesia.
Pangan yang dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu hanya dapat dilakukan sebagai berasal dari bahan baku alamiah tersebut, apabila pangan tersebut mengandung bahan alamiah yang bersangkutan tidak kurang dari persyaratan minimal yang ditetapkan dalam standar Nasional Indonesia.
BAB III
IKLAN PANGAN
Bagian Kelima
Iklan Tentang Minuman Beralkohol
Pasal 58
1. Setiap orang dilarang mengiklankan minuman beralkohol dalam media massa apapun
2. Minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah minuman berkadar etanol (C2H5OH) lebih dari atau sama dengan 1% (satu per seratus)
IKLAN PANGAN
Bagian Kelima
Iklan Tentang Minuman Beralkohol
Pasal 58
1. Setiap orang dilarang mengiklankan minuman beralkohol dalam media massa apapun
2. Minuman beralkohol sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah minuman berkadar etanol (C2H5OH) lebih dari atau sama dengan 1% (satu per seratus)
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NO. (RANCANGAN) TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 69 TAHUN 1999
NOMOR 69 TAHUN 1999
TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN
BAB III
IKLAN PANGAN
BAB III
IKLAN PANGAN
Pasal 36
1. Materi yang akan diiklankan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan;
2. Pangan yang didaftarkan hanya boleh diiklankan setelah mendapat nomor pendaftaran dari Depkes.
1. Materi yang akan diiklankan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan;
2. Pangan yang didaftarkan hanya boleh diiklankan setelah mendapat nomor pendaftaran dari Depkes.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR
81 TAHUN 1999
TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN
Bab II
PENYELENGGARAAN PENGAMANAN ROKOK
Bagian Ketiga
Keterangan Pada Label
Pasal 8
1. Peringatan kesehatan pada setiap label harus berbentuk tulisan.
2. Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin".
3. Perubahan atau penambahan tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian Kelima
Iklan dan Promosi
Pasal 17
2. Iklan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di media cetak dan atau media luar ruangan
Pasal 18
Materi iklan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2) dilarang:
a. merangsang atau menyarankan orang untuk merokok;
b. menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat kesehatan;
c. memeperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan keduanya, rokok atau orang sedang merokok atau mengarah pada orang yang sedang merokok;
d. ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan anak dan atau wanita hamil;
e. mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok.
Pasal 19
Iklan tidak boleh bertentangan denan norma yang berlaku di masyarakat
Pasal 20
1. Setiap iklan pada media cetak atau media luar ruangan harus mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
2. Pencantuman peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditulis dengan huruf yang jelas sehingga mudah terbaca, dan dalam ukuran yang proporsional disesuaikan dengan ukuran iklan tersebut
TENTANG PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN
Bab II
PENYELENGGARAAN PENGAMANAN ROKOK
Bagian Ketiga
Keterangan Pada Label
Pasal 8
1. Peringatan kesehatan pada setiap label harus berbentuk tulisan.
2. Tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa "Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin".
3. Perubahan atau penambahan tulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
Bagian Kelima
Iklan dan Promosi
Pasal 17
2. Iklan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di media cetak dan atau media luar ruangan
Pasal 18
Materi iklan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2) dilarang:
a. merangsang atau menyarankan orang untuk merokok;
b. menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat kesehatan;
c. memeperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan atau gabungan keduanya, rokok atau orang sedang merokok atau mengarah pada orang yang sedang merokok;
d. ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan anak dan atau wanita hamil;
e. mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok.
Pasal 19
Iklan tidak boleh bertentangan denan norma yang berlaku di masyarakat
Pasal 20
1. Setiap iklan pada media cetak atau media luar ruangan harus mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
2. Pencantuman peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditulis dengan huruf yang jelas sehingga mudah terbaca, dan dalam ukuran yang proporsional disesuaikan dengan ukuran iklan tersebut
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA No.38
TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 81 TAHUN 1999TENTANG
PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN
Pasal 17
Iklan dan promosi rokok hanya dapat dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok dan atau yang memasukkan rokok dalam wilayah Indonesia.
Iklan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di media elektronik, media cetak atau media luar ruangan.
Penjelasan
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
Pasal 17
Iklan dan promosi rokok hanya dapat dilakukan oleh setiap orang yang memproduksi rokok dan atau yang memasukkan rokok dalam wilayah Indonesia.
Iklan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di media elektronik, media cetak atau media luar ruangan.
Penjelasan
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
Pasal 17
Yang dimaksud dengan media luar ruangan antara lain billboard dan media elektronik (billboard elektronik) yang merada di luar ruangan. Iklan rokok pada media elektronik hanya dapat dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.
Yang dimaksud dengan media luar ruangan antara lain billboard dan media elektronik (billboard elektronik) yang merada di luar ruangan. Iklan rokok pada media elektronik hanya dapat dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
NO. 368/MEN.KES/SK/IV/1994 TENTANG PEDOMAN PERIKLANAN OBAT BEBAS, OBAT
TRADISIONAL,ALAT KESEHATAN, KOSMETIKA, PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
MAKANAN DAN MINUMAN
PEDOMAN PERIKLANAN OBAT BEBAS
Petunjuk Teknis
Secara umum iklan obat harus mengacu pada "Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia", tetapi khusus untuk hal-hal yang bersifat teknis media, maka penerapannya harus didasarkan pada pedoman ini.
PEDOMAN PERIKLANAN OBAT BEBAS
Petunjuk Teknis
Secara umum iklan obat harus mengacu pada "Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia", tetapi khusus untuk hal-hal yang bersifat teknis media, maka penerapannya harus didasarkan pada pedoman ini.
A.
Umum
Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI.
6. Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan penggunaan terus menerus.
7. Informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat (2) Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan sebagai berikut:
Objektif: harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatannya dan keamanan obat yang telah disetujui
Lengkap: harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping.
Tidak menyesatkan: informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan dan tidak berdasarkan kebutuhan.
8. Iklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi orang dewasa atau memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat. Iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak - anak
9. Iklan obat tidak diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium.
10. Iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif, komparatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
11. Iklan obat tidak boleh:
- Memberikan anjuran dengan mengacu pada pernyataan profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat (misalnya, "Dokter saya merekomendasi…")
- Memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat yang dilakukan berlebihan.
12. Iklan obat harus memuat anjuran untuk mencari informasi yang tepat kepada profesi kesehatan mengenai kondisi kesehatan tertentu.
13. Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat.
14. Iklan obat tidak boleh menawarkan hadiah ataupun memberikan pernyataan garansi tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI.
6. Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan penggunaan terus menerus.
7. Informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat (2) Undang-undang No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan sebagai berikut:
Objektif: harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatannya dan keamanan obat yang telah disetujui
Lengkap: harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping.
Tidak menyesatkan: informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang mengakibatkan penggunaan obat berlebihan dan tidak berdasarkan kebutuhan.
8. Iklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi orang dewasa atau memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat. Iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak - anak
9. Iklan obat tidak diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan atau menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium.
10. Iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif, komparatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
11. Iklan obat tidak boleh:
- Memberikan anjuran dengan mengacu pada pernyataan profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat (misalnya, "Dokter saya merekomendasi…")
- Memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat yang dilakukan berlebihan.
12. Iklan obat harus memuat anjuran untuk mencari informasi yang tepat kepada profesi kesehatan mengenai kondisi kesehatan tertentu.
13. Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera sesudah penggunaan obat.
14. Iklan obat tidak boleh menawarkan hadiah ataupun memberikan pernyataan garansi tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
15. Iklan obat harus mencantumkan spot
peringatan perhatian sebagai berikut:
BACA ATURAN PAKAI
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT
HUBUNGI DOKTER
Kecuali untuk iklan vitamin, spot peringatan
perhatian sebagai berikut:
BACA ATURAN PAKAI
16. Ketentuan minimum yang harus dipenuhi oleh spot peringatan dalam butir (15) adalah sebagai berikut:
16.3 Untuk media Cetak: Spot dicantumkan dengan ketentuan sebagai berikut:
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT
HUBUNGI DOKTER
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT
HUBUNGI DOKTER
Jenis Huruf (font) : Helvetica, Medium
Ukuran Huruf : 18 pts
Jarak Baris (leading) : 18 (100%)
Jarak Kata (letter spacing) : Normal (100%)
Jarak Huruf (word spacing) : Normal (100%)
BACA ATURAN PAKAI
BACA ATURAN PAKAI
Jenis Huruf : Helvetica, Medium
Ukuran Huruf : 18 pts
Jarak Baris (leading) : 18 (100%), Profesional
Jarak Kata (letter spacing) : Normal (100%)
Jarak Huruf (word spacing) : Normal (100%)
Ukuran kotak spot tersebut harus dibuat proporsional (antara spot dan halaman iklan). Sehingga spot tersebut terlihat mencolok.
17. Iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai:
17.1. Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus untuk media cetak); untuk media lain. Apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.
17.2. Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat.
17.3. Nama dagang obat.
17.4. Nama industri farmasi.
17.5. Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak)
PEDOMAN PERIKLANAN OBAT TRADISIONAL
Iklan obat tradisional tidak boleh menggunakan kata-kata: super, ultra, istimewa, top, tokcer, cespleng, manjur dan kata-kata lain yang semakna yang menyatakan khasiat dan kegunaan berlebihan atau memberi janji bahwa obat tradisional tersebut pasti menyembuhkan.
Iklan obat tradisional tidak boleh memuat pernyataan kesembuhan dari seseorang, anjuran, atau rekomendasi dari profesi kesehatan, peneliti, sesepuh, pakar, panutan, dan lain sebagainya.
Iklan obat tradisional tidak boleh menampilkan adegan, gambar, tanda, tulisan dan atau suara dan lainnya yang dianggap kurang sopan.
Iklan yang berwujud artikel yang menguraikan tentang hasil penelitian harus benar-benar berkaitan secara langsung dengan bahan baku (simplisia) atau produknya, dan informasi tersebut harus mengacu pada hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawakan.
Pada setiap iklan obat tradisional dicantumkan identitas kata "JAMU" dalam lingkaran.
Pada setiap akhir iklan obat tradisional harus mencantumkan spot peringatan sebagai berikut:
BACA ATURAN PAKAI
BACA ATURAN PAKAI
16. Ketentuan minimum yang harus dipenuhi oleh spot peringatan dalam butir (15) adalah sebagai berikut:
16.3 Untuk media Cetak: Spot dicantumkan dengan ketentuan sebagai berikut:
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT
HUBUNGI DOKTER
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT
HUBUNGI DOKTER
Jenis Huruf (font) : Helvetica, Medium
Ukuran Huruf : 18 pts
Jarak Baris (leading) : 18 (100%)
Jarak Kata (letter spacing) : Normal (100%)
Jarak Huruf (word spacing) : Normal (100%)
BACA ATURAN PAKAI
BACA ATURAN PAKAI
Jenis Huruf : Helvetica, Medium
Ukuran Huruf : 18 pts
Jarak Baris (leading) : 18 (100%), Profesional
Jarak Kata (letter spacing) : Normal (100%)
Jarak Huruf (word spacing) : Normal (100%)
Ukuran kotak spot tersebut harus dibuat proporsional (antara spot dan halaman iklan). Sehingga spot tersebut terlihat mencolok.
17. Iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai:
17.1. Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus untuk media cetak); untuk media lain. Apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.
17.2. Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat.
17.3. Nama dagang obat.
17.4. Nama industri farmasi.
17.5. Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak)
PEDOMAN PERIKLANAN OBAT TRADISIONAL
Iklan obat tradisional tidak boleh menggunakan kata-kata: super, ultra, istimewa, top, tokcer, cespleng, manjur dan kata-kata lain yang semakna yang menyatakan khasiat dan kegunaan berlebihan atau memberi janji bahwa obat tradisional tersebut pasti menyembuhkan.
Iklan obat tradisional tidak boleh memuat pernyataan kesembuhan dari seseorang, anjuran, atau rekomendasi dari profesi kesehatan, peneliti, sesepuh, pakar, panutan, dan lain sebagainya.
Iklan obat tradisional tidak boleh menampilkan adegan, gambar, tanda, tulisan dan atau suara dan lainnya yang dianggap kurang sopan.
Iklan yang berwujud artikel yang menguraikan tentang hasil penelitian harus benar-benar berkaitan secara langsung dengan bahan baku (simplisia) atau produknya, dan informasi tersebut harus mengacu pada hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawakan.
Pada setiap iklan obat tradisional dicantumkan identitas kata "JAMU" dalam lingkaran.
Pada setiap akhir iklan obat tradisional harus mencantumkan spot peringatan sebagai berikut:
BACA ATURAN PAKAI
Ketentuan minimal yang harus dipenuhi untuk
peringatan pada butir (13) sebagai berikut:
14.3 Untuk media cetak, spot iklan dicantumkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tulisan harus jelas terbaca dan terlihat menyolok.
14.3 Untuk media cetak, spot iklan dicantumkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tulisan harus jelas terbaca dan terlihat menyolok.
b. Huruf yang digunakan harus merupakan huruf
kepital, hitam dan teba (bold letter)
c. Ukuran huruf minimal harus sama dengan huruf
'body copy'
Diberi kotak tepi hitam.
Iklan obat tradisional khusus untuk media cetak
harus mencantumkan nomor pendaftaran.
Dilarang mengiklankan obat tradisional yang dinyatakan berkhasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker, tuberculosis, poliomelitis, penyakit kelamin, impotensi, thypus, kolera, tekanan darah tinggi, diabetes, lever dan penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
PEDOMAN PERIKLANAN MAKANAN DAN MINUMAN
Iklan makanan yang dibuat dengan bahan alami tertentu hanya boleh diiklankan sebagai berasal dari bahan alami tersebut, apabila makanan itu mengandung bahan alami yang bersangkutan tidak kurang dari kadar makanan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Contoh : Sari Apel; Apel Juice
a. Adalah produk cair yang keruh atau jernih yang diperoleh dari buah apel.
b. Padatan, jumlah tidak kurang dari 10%
Iklan makanan yang menyerupai atau dimaksud sebagai pengganti jenis makanan tertentu harus menyebutkan nama bahan yang digunakan.
Contoh : Susu Kedelai
Iklan makanan boleh mencantumkan pernyataan ”DIPERKAYA" atau "KAYA" sumber vitamin dan mineral bila pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling sedikit dari jumlah yang dianjurkan (RDA/AKG).
Pernyataan makanan berkalori dapat diiklankan bila makanan tersebut dapat memberikan minimum 300 Kcal per hari.
Iklan makanan tidak boleh dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata berlebihan, sehingga dapat menyesatkan konsumen.
Iklan makanan tidak boleh menjurus kependapat bahwa makanan yang bersangkutan berkhasiat sebagai obat.
Makanan yang dibuat sebagian atau tanpa bahan pokok alami tidak boleh diiklankan seolah-olah makanan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alami.
Makanan yang dibuat dari bahan yang telah mengalami pengolahan, tidak boleh diiklankan dengan cara yang dapat memberi kesan seolah-olah makanan itu dibuat dari bahan yang segar.
Iklan makanan tidak boleh dengan sengaja menyatakan seolah-olah makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi.
Iklan makanan tidak boleh memuat pernyataan nilai khusus pada makanan apabila nilai tersebut tidak seluruhnya berasal dari makanan tersebut, tetapi sebagian diberikan oleh makanan lain yang dapat dikonsumsi bersama-sama (seperti nilai kalori pada makanan serealia untuk sarapan yang biasanya dimakan dengan susu dan gula).
Iklan makanan tidak boleh menyatakan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber protein, kecuali 20% kandungan sumber protein dan atau kecuali jumlah yang wajar dikonsumsi perhari mengandung tidak kurang 10 gram protein.
Dilarang mengiklankan obat tradisional yang dinyatakan berkhasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker, tuberculosis, poliomelitis, penyakit kelamin, impotensi, thypus, kolera, tekanan darah tinggi, diabetes, lever dan penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
PEDOMAN PERIKLANAN MAKANAN DAN MINUMAN
Iklan makanan yang dibuat dengan bahan alami tertentu hanya boleh diiklankan sebagai berasal dari bahan alami tersebut, apabila makanan itu mengandung bahan alami yang bersangkutan tidak kurang dari kadar makanan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Contoh : Sari Apel; Apel Juice
a. Adalah produk cair yang keruh atau jernih yang diperoleh dari buah apel.
b. Padatan, jumlah tidak kurang dari 10%
Iklan makanan yang menyerupai atau dimaksud sebagai pengganti jenis makanan tertentu harus menyebutkan nama bahan yang digunakan.
Contoh : Susu Kedelai
Iklan makanan boleh mencantumkan pernyataan ”DIPERKAYA" atau "KAYA" sumber vitamin dan mineral bila pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling sedikit dari jumlah yang dianjurkan (RDA/AKG).
Pernyataan makanan berkalori dapat diiklankan bila makanan tersebut dapat memberikan minimum 300 Kcal per hari.
Iklan makanan tidak boleh dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata berlebihan, sehingga dapat menyesatkan konsumen.
Iklan makanan tidak boleh menjurus kependapat bahwa makanan yang bersangkutan berkhasiat sebagai obat.
Makanan yang dibuat sebagian atau tanpa bahan pokok alami tidak boleh diiklankan seolah-olah makanan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alami.
Makanan yang dibuat dari bahan yang telah mengalami pengolahan, tidak boleh diiklankan dengan cara yang dapat memberi kesan seolah-olah makanan itu dibuat dari bahan yang segar.
Iklan makanan tidak boleh dengan sengaja menyatakan seolah-olah makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi.
Iklan makanan tidak boleh memuat pernyataan nilai khusus pada makanan apabila nilai tersebut tidak seluruhnya berasal dari makanan tersebut, tetapi sebagian diberikan oleh makanan lain yang dapat dikonsumsi bersama-sama (seperti nilai kalori pada makanan serealia untuk sarapan yang biasanya dimakan dengan susu dan gula).
Iklan makanan tidak boleh menyatakan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber protein, kecuali 20% kandungan sumber protein dan atau kecuali jumlah yang wajar dikonsumsi perhari mengandung tidak kurang 10 gram protein.