Jumat, 16 November 2012

Sejarah Retorika



Sejarah Retorika

Abad Pertengahan
Sejak zaman Yunani sampai zaman Romawi, retorika selalu berkaitan dengan kenegarawanan. Para orator umumnya terlibat dalam kegiatan politik. Ada dua cara untuk memperoleh kemenangan politik: talk it out ('membicarakan sampai tuntas) atau shoot it out (menembak sampai ha­bis). Retorika subur pada cara pertama, cara demokrasi. Ketika demokrasi Romawi mengalami kemunduran, dan kaisar demi kaisar memegang pemerintahan, "membicarakan" diganti dengan "menembak". Retorika tersingkir ke belakang panggung. Para kaisar tidak senang mendengar orang yang pandai berbicara. Abad pertengahan sering disebut abad kegelapan, juga buat retorika.
Abad ini ditandai dengan wejangan-wejangan religius seperti khobah. Ketika agama Kristen berkuasa, retorika dianggap sebagai kesenian jahiliah. Banyak orang Kristen waktu itu melarang mempelajari retorika yang dirumuskan oleh orang-orang Yunani dan Romawi, para penyembah berhala. Bila orang memeluk agama Kristen, secara otomatis ia akan memiliki kemampuan untuk nmnyampaikan kebenaran. . St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu. Tersebutlah seorang yang bernama Yesus dari Nazaret yang hidup sekitar tahun 7 sebelum Masehi sampai 30 sesudah Masehi. Ia seorang pewarta yang memiliki daya tarik dan daya sugesti yang mempesona. Dalam usaha menyebarluaskan ajaran Yesus, para pengikutnya ikut mengembangkan kepadaian berbicara lewat khotbah-khotbah yang dibawakannya. Paulus dari Tarsus (5-64M) adalah seorang warga Romawi yang menguasai pengetahuan klasik dan memperluas ajaran Yesus melalui khotbah-khotbahnya. . St. Agustinus, yang telah mempelajari retorika sebelum masuk Kristen tahun 386, adalah kekecualian pada zaman itu. Dalam On Christian Doctrine (426), ia menjelaskan bahwa para pengkhotbah harus sanggup mengajar, menggembirakan, dan meng­gerakkan - yang oleh Cicero disebut sebagai kewajiban orator. Untuk mencapai tujuan Kristen, yakni mengungkapkan kebenaran, kita harus mempelajari teknik penyampaian pesan. Pada abad-abad berikutnya ketika kekristenan mulai meluas banyak muncul pembicara terkenal yang mengembangkan ilmu kepandaian berbicara melalui khotbah. Beberapa nama terkenal seperti Tertulianus (150-230), Lactantius (260-320) yang digelari Ciceronya orang kristen, Victorianus, Aurelius Agustinus (354-430) Hironimus (348-420), Yohanes (344-407) yang dijuluki mulut emas. Menurut Yohanes seni berbicara adalah medium untuk merebut hati pendengar dan mempengaruhi jiwanya.
Pada golongan muslim di daerah Timur muncul peradaban baru. Seorang nabi menyampaikan firman Tuhan, “Berilah mereka nasihat dan berbicaralah kepadamereka dengan pembicaraan menyentuh jiwa mereka”(Al-Quran 2:63). Muhammad saw bersabda untuk memperteguh firman Tuhan tersebut, “Sesungguhnya dalam kemampuan berbicara yang baik itu ada sihirnya”. Beliau sendiri adalah seorang pembicara yang fasih dengan kata-kata yang singkat dan mengandung makna yang padat. Para sahabat bercerita bahwa ucapan beliau sering menyebabkan pendengar berguncang hatinya dan berlinangan air matanya. Beliau tidak hanya menyentuh hati umatnya, tetapi menghimbau akal para pengikutnya. Salah seorang sahabat yang paling dikasihi nabi Ali bin Abi Thalib, mewarisi ilmnya dalam berbicara. Pada diri Ali bin Abi Thalib kefasihan dan kenegarawanan bergabung kembali. Khotbah-khotbahnya dikumpulkan dengan cermat oleh para pengikutnya dan diberi judul Nahjal-Balaghah (jalan Balaghah). Balaghah menjadi disiplin ilmu yang menduduki status yang mulia dalam peradaban islam. Kaum muslim  menggunakan balaghah sebagai pengganti retorika.
Retorika pada abad pertengahan digolongkan dalam tujuh kesenian liberal. Retorika, tatabahasa dan logika (dialektika) membentuk satu trivium (tiga serangkai). Bukubuku pegangan Abad pertengahan mengenai retorika mengikuti prinsip-prinsip klasik dengan membedakan tiga gaya tulisan: kuat, sedang dan lemah. Atau tinggi,menengah, rendah. Gaya tinggi bukan hanya menyangkut hiasan tetapi juga penggunaan figuratau warna retorika yang paling sulit dan tinggi martabatnya. Terdapat enam langkah pidato (dispositio) pada abad pertengahan: (a) Exordium: sebuah pembukaan yang jelas, sopan tapi singkat, (b) Narratio: sebuah pernyataan dari fakta awal yang jelas, dipercaya, singkat dan menyenangkan. (c) Propositio: penyajian kasus, jika yang disajikan berbentuk isu disebut partitio, (d) Confirmatio: penyajian argumen. (e) Refutatio: penolakan atas keberatan-keberatan, bahwa keberatan itu tidak bersifat absud, palsu atau tidak konsisten, dan (f) peroratio: ringkasan, yaitu rangkuman dengan suatu appeal emosional.
Retorika modern
Retorika modern diartikan sebagai seni berbicara atau kemampuan untuk berbicara dan berkhotbah (Hendrikus, 1991); sehingga efektivitas penyampaian pesan dalam retorika sangat dipengaruhi oleh teknik atau keterampilan berbicara komunikator.
Abad Pertengahan berlangsung selama seribu tahun (400-1400). Di Eropa, selama periode panjang itu, warisan peradaban Yunani diabai¬kan. Pertemuan orang Eropa dengan Islam - yang menyimpan dan mengembangkan khazanah Yunani - dalam Perang Salib menimbulkan Renaissance. Salah seorang pemikir Renaissance yang menarik kembali minat orang pada retorika adalah Peter Ramus. Renaissance mengantarkan kita kepada retorika modern. Yang membangun jembatan, menghubungkan Renaissance dengan retorika modern adalah Roger Bacon (1214-1219). Ia bukan saja memperkenalkan metode eksperimental, tetapi juga pentingnya pengetahuan tentang proses psikologis dalam studi retorika. Ia menyatakan, "... kewajiban retorika ialah menggunakan rasio dan imajinasi untuk menggerakkan kemauan secara lebih baik". Rasio, imajinasi, kemauan adalah fakultas-­fakultas psikologis yang kelak menjadi kajian utama ahli retorika modern. Ia membagi retorika pada dua bagian. Inventio dan dispositio dimasukkannya sebagai bagian logika. Sedangkan retorika hanyalah berkenaan dengan elocutio dan pronuntiatio saja. Taksonomi Ramus berlangsung selama beberapa generasi.
Aliran pertama retorika dalam masa modern, yang menekankan proses psikologis, dikenal sebagai aliran epistemologis. Epistemologi membahas "teori pengetahuan"; asal-usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia. Para pemikir epistemologis berusaha mengkaji retorika klasik dalam sorotan perkembangan psikologi kognitif (yakni, yang membahas proses mental). George Campbell (1719-1796), dalam bukunya The Philosophy of Rhetoric, menelaah tulisan Aristoteles, Cicero, dan Quintillianus dengan pendekatan psikologi fakultas (bukan fakultas psikologi). Psikologi fakultas berusaha menjelaskan sebab-musabab perilaku manusia pada empat fakultas - atau kemampuan jiwa manusia: pemahaman, memori, imajinasi, perasaan, dan kemauan. Retorika, menurut definisi Campbell, haruslah diarahkan kepada upaya "mencerahkan pemahaman, menyenangkan imajinasi, menggerakkan perasaan, dan mempengaruhi kemauan". Richard Whately mengembangkan retorika yang dirintis Campbell. Ia mendasarkan teori retorikanya juga pada psikologi fakultas. Hanya saja ia menekankan argumentasi sebagai fokus retorika. Retorika harus mengajarkan bagaimana mencari argumentasi yang tepat dan meng­organisasikannya secara baik. Baik Whately maupun Campbell me­nekankan pentingnya menelaah proses berpikir khalayak. Karena itu, retorika yang berorientasi pada khalayak (audience-centered) berutang budi pada kaum epistemologis - aliran pertama retorika modern.

Aliran retorika modern kedua dikenal sebagai gerakan belles lettres (Bahasa Prancis: tulisan yang indah). Retorika belletris sangat meng¬utamakan keindahan bahasa, segi-segi estetis pesan, kadang-kadang dengan mengabaikan segi informatifnya. Hugh Blair (1718-1800) me¬nulis Lectures on Rhetoric and Belles Lettres. Di sini ia menjelaskan hu¬bungan antara retorika, sastra, dan kritik. Ia memperkenalkan fakultas citarasa (taste), yaitu kemampuan untuk memperoleh kenikmatan dari pertemuan dengan apa pun yang indah. Karena memiliki fakultas cita¬rasa, Anda senang mendengarkan musik yang indah, membaca tulisan yang indah, melihat pemandangan yang indah, atau mencamkan pidato yang indah. Citarasa, kata Blair, mencapai kesempurnaan ketika kenikmatan inderawi dipadukan dengan rasio - ketika rasio dapat menjelaskan sumber-sumber kenikmatan.
Aliran ketiga - disebut gerakan elokusionis - justru menekankan teknik penyampaian pidato. Gilbert Austin, misalnya memberikan petunjuk praktis penyampaian pidato, "Pembicara tidak boleh melihat melantur. Ia harus mengarahkan mata­nya langsung kepada pendengar, dan menjaga ketenangannya. Ia tidak boleh segera melepaskan seluruh suaranya, tetapi mulailah dengan nada yang paling rendah, dan mengeluarkan suaranya sedikit saja; jika ia ingin mendiamkan gumaman orang dan mencengkeram perhatian mereka". James Burgh, misal yang lain, menjelaskan 71 emosi dan cara mengungkapkannya. Dalam perkembangan, gerakan elokusionis dikritik karena per­hatian - dan kesetiaan - yang berlebihan pada teknik. Ketika mengikuti kaum elokusionis, pembicara tidak lagi berbicara dan bergerak secara spontan. Gerakannya menjadi artifisial. Walaupun begitu, kaum elokusionis telah berjaya dalam melakukan penelitian empiris sebelum merumuskan "resep-resep" penyampaian pidato. Retorika kini tidak lagi ilmu berdasarkan semata-mata "otak-atik otak" atau hasil perenungan rasional saja. Retorika, seperti disiplin yang lain, dirumuskan dari hasil penelitian empiris.
Pada abad ke-20, retorika mengambil manfaat dari perkembangan ilmu pengetahuan modern - khususnya ilmu-ilmu perilaku seperti psikologi dan sosiologi. Istilah retorika pun mulai digeser oleh speech, speech communication, atau oral communication, atau public speaking. Pakar retorika yang mencuat pada abad ini adalah James A. Winans, Charles Henry Woolbert, William Noorwood Brigance, Alan H. Moonroe, dan Dr. Charles Hurst.
Negara-negara yang berjasa mengembangkan ilmu retorika pada zaman modern adalah Perancis, Inggris, Amerika dan Jerman Barat. Berikut ini diuraikan perkembangan di masing-masing negara tersebut.
a. Perancis
Gerakan humanisme melahirkan penyair-penyair, pengarang, moralis dan pengkhotbah terkenal di Perancis. Sampai pada saat revolusi Perancis kepandaian berbicara hanya berkembang di rumah-rumah biara. Setelah revolusi Perancis ilmu retorika mulai meluas dan tersebar juga di kaum awam. Tokoh tokoh terkenal dari Perancis diantaranya Miabeaus (1749-1791) yang menguasai teknik berdebat, memiliki suara yang jelas dan mimik yang menarik; pengungkapan yang tajam dan logis. Selain itu terdapat Napoleon Bonaparte (1769-1821) seorang diktator yang memiliki banyak bakat dan mengenal jiwa manusia secara teliti. Napoleon seorang ahli pidato yang luar biasa. Selain Napoleon ada pula seorang Jendral yang bernama Charles de Gaulle(1890-1970) ang  mengangkat suara dari tempat pengasingannya di London untuk mendorong rakyat Perancis supaya bertahan dalam tantangan. Ia adalah seorang alhi pidato yang bersifat kepahlawanan. Saat itu Charles de Gaulle telah memanfaatkan televisi sebagai media.
b. Inggris
Ketika di daratan Eropa khususnya di Jerman, orang berkecimpung dalam bidang puisi dan filsafat, orang Inggris mempelajari ilmu retorika secara sistematis dan mengembangkannya dengan karakter tersendiri. Sebagaimana bangsa Romawi, bangsa Inggris yakin bahwa kata-kata yang diucapkan memiliki data untuk mempengaruhi dan menguasai manusia. Oleh karena itu, ilmu retorika dipergunakan dalam usaha memperluas kekuasaan kerajaan Inggris. Secara alamiah orang Inggris adalah manusia pendiam, dalam arti bahasa dan gerak motoris tubuhnya kurang dinamis. Para pemimpin Inggris mempelajari ilmu retorika secara teliti dan melatih diri secaraintensif dalam seni berbicara. Berikut ini terdapat fase kejayaan ilmu retorika Inggris yang terkenal.
1) Masa Kejayaan Ratu Elizabet
  Masa ini ilmu retorika berkembang jaya berkat pengaruh Humanisme. Thomas Wilson menulis sebuah buku standar berjudul Seni Retorika yang terkenal di kalangan masyarakat Inggris. Seorang filsuf Francis Bacon (1561-1626) dalam bukunya “Kemajuan Belajar” memberikan penilaian mengenai ilmu retorika. Ia mengatakan kebijaksanaan menciptakan nama dan ketakjuban, tetapi kepandaian berpidato dalam soal dagang dan kehidupan bernegara menciptakan efek yang jauh lebih besar. Tokoh yang turut mengembangkan ilmu retorika dalam masa ini adalah penyair terkenal William Shakespeare (1564-1616). Dalam karyanya Coriolanus dan Julius Caesar dia selalu memasukkan pidato-pidato politis. Salah satu contoh pidato yang dibawakan Marc Anton di depan jenazah Julius Caesar dan massa untuk menghormati para pahlawan. Ia membuktikan bahwa pengaruh ilmu retorika dalam kehidupan politis di Inggris pada waktu itu sangat besar.
2).Masa Revolusi Puritanis
Pada masa ini retorika juga berkembang pesat. Tokoh terkenal masa ini adalah Oliver Cromwell (1599-1650). Dia adalah seorang diktator yang pandai mensugesti massa lewat pidato. Pidatonya yang terkenal adalah pidato peperangan melawan Spanyol yang ducapkan pada tanggal 17 September 1656. Seorang lagi yang bernama John Milton (1608-1674) adalah penyair terbesar masa ini yang menguasai teknik berbicara dengan baik. Dalam bukunya Das verlorene Paradies, ia membuat sintesis antara politik dan agama dengan menggunakan ilmu retorika. Menurutnya agama dan politik harus saling melengkapi.      
3). Masa Jaya antara Abad ke-17 dan ke-19
     Pada abad ini muncul ahli-ahli pidato terkenal di Inggris. Tanpa orang-orang ini, sejarah demokrasi parlemen di Inggris akan menjadi lebih miskin. Perdebatan-perdebatan dalam parlemen pada masa itu menampilkan secara jelas kejayaan llmu retorika. Tokoh terkenal zaman ini adalah William Pitt Senior dan Junior. Tokoh ini adalah orang tua dan anak. Junior pada usia 24 tahun sudah menjadi perdana mentri kerajaan Inggris. Ia memiliki kepala dingin dan tampil sebagai ahli pidato improvisasi yang brillian. Ia terkenal dalam sejarah berkat pidatonya dihadapan DPR Inggris mengenai penghapusan perdagangan budak.
4). Masa Kejayaan Victoria
            Masa ini adalah masa peralihan dari gaya berbicara aristokratis kepada demokratis. Pusat pembinaan ilmu retorika dalam masa ini adalah universitas-universitas seperti Oxford dan Cambride. Pada masa ini terbentuk kelompok debat. Banyak dari antara anggota kelompok diskusi dan debat ini telah menjadi pemimpin-pemimpin dalam bidang politik. Di dalam kelompok debat dilatih teknik berbicara, berpidato, berdiskusi, berdebat, memimpin diskusi atau bekerja menurut prosedur parlemen.       Ciri khas ilmu retorika masa ini adalah bahwa mereka menggunakan bahasa daerah (plain English) dan bukan bahasa Inggris standar. Sejak masa ini juga muncul kebiasaan untuk membawakan pidato di tempat terbuka (Open Air Speech). Yang mengambil bagian dalam Open Air Speech adalah rakyat biasa. Tokoh-tokoh terkenal masa ini adalah George Canniq (1770-1827), Richard Cobden (1804-1865), John Bright (1811-1889), Joseph Chamberlain (1834-1914) dan lain-lain. Joseph Chamberlain kemudian menjadi perdana mentri yang imprealistis. Ia memajukan satu seni berbicara yang dekat dengan situasi rakyat jelata. Ciri khas retorika zaman ini adalah bahwa kepandaian berpidato keluar dari lingkungan parlemen dan istana, lalu menyebar luas dikalangan rakyat jelata.
5). Abad XX
            Tokoh terkenal masa ini adalah David Llooyd George (1863-1945) dan Winston Spencer Churchill (1874-1965). David adalah seorang politikus dari Wales yang menampilkan ilmu retorika modern yang bersifa populer. Pidatonya yang diucapkan mengenai kehormatan nasional merupakan salah satu karya retoris yang terbaik selama perang. Dari puncak kekuasaan politisi ini ia menaklukkan para lawan politiknya lewat seni berpidato, dan justru penguasaan seni berbicara inilah juga yang menghantar dia ke puncak keberhasilan.            Churchill adalah seorang politikus terbesar dan yang mengalami dua perang dunia. Ia memiliki bakat bicara yang luar biasa. Sejak tahun 1940, ketika bangsa dan tanah airnya dilanda malapetaka, ia mendorong dan menguatkan hati rakyat Inggris melalui kepandaian retorisnya, supaya mampu bertahan dan memenangkan peperangan. Pidatonya berjudul “Darah, Keringat dan Airmata” yang disampaikan pada tanggal 13 Mei 1940 menunjukkan betapa ia menguasai teknik berbicara. Ia menggunakan kata-kata sebagai senjata yang ampuh. Pidato-pidatonya yang disusun dalam tujuh jilid memberi kesaksian bahwa Churchill adalah seorang ahli pidao terbesar dan seorang penyambung lidah rakyat Inggris termasyur abad ini.
c. Amerika Serikat
Kira-kira dua ratus tahun yang lalu Amerika telah memiliki tradisi retoris. Nenek moyang bangsa Amerika adalah orang-orang yang pandai berbicara. Tanpa modal kepandaian berbicara ini, mereka tidak akan dapat mempersatukan bangsa Amerika untuk membebaskan diri dari kekuasaan penjajahan Inggris.
Retorika di Amerka Serikat mengalami beberapa tahap perkembangan seperti dijelaskan berikut ini.
1) Pada Masa Awal
Tokoh penting masa ini adalah Patrick Hendry (1736-1799). Dia seorang gubernur dari negara bagian Virginia. Dia terkenal dengan seruan “kebebasan atau kematian”. Tokoh lainnya adalah John Quincy Adam (1767-1848). John merupakan presiden Amerika keenam dan dia seorang profesor ilmu retorika.
2) Selama Perang Saudara (1861-1865)
Pada masa ini terdapat beberapa ahli pidato terkenal sperti Hendry Clay (1777-1852) seorang senantor dan anggota kongres. Lewat seni bicara ia menghindarkan perpecahan antara negara bagian utara dan selatan. Tokoh selanjutnya John Calhon (1782-1850) yang memiliki kepandaian berbicara khususnya dalam diskusi dan debat. Tahun 1782-1852 seorang senator dan demagog masa itu bernama Daniel Webster mencoba dengan segala daya dan keterampilannya untuk meyakinkan rakyat Amerika supaya tetap mempertahankan persatuan bangsa. Argumentasi Webster amat kuat dan tidak pernah habis sehingga ia dijuluki “meriam yang persiapan amunisinya tidak habis-habis”. Tokoh terkenal lainnya adalah Abraham Lincoln (1809-1865). Presiden Amerika ke -16 ini mengucapkan pidatonya dalam perdebatan dengan senator Douglas dari Illionis mengenai penghapusan perbudakan. Tanggal 1 Januari 1863 memaklumkan pembebasan bagi para budak berkulit hitam. Kata-katanya yang paling berkesan dalam sejarah bangsanya adalah bahwa “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tidak akan lenyap di muka bumi ini.
3)      Abad XIX - XX
Tokoh retorika terkenal masa ini adalah Theodore Roosevelt (1858-1919). Dia adalah presiden Amerika ke-26. Seorang yang pandai mempergunakan kata-kata secara tepat dalam berpidato sehingga membawa dampak bagi pendengarnya. Tokoh berikutnya adalah Franklin Delano Roosevelt presiden Amerika ke-22. Tahun 1933 terjadi krisis ekonomi dunia yang menimpa AS. Dalam masa itu ia tampil dalam pemilihan presiden, pada saat kampanye ia mengucapkan ”satu-satunya hal yang kita takuti adalah ketakutan itu sendiri”. Kalimat itu membuatnya terkenal dan memiliki dampak psikologis yang tinggi. John Fitzgerald Kennedy (1917-1963) adalah senator dan presiden AS yang ke-35. Ia terkenal karena kepintaran yang brilian dan kemampuan retorisnya yang tinggi. Kepandaiannya dalam seni berbicara didemontrasikan dalam pidato pelantikannya tahun1961. Ia menggunakan permainan kata yang mengandung humor. Tokoh berikutnya adalah saudara dari John F Kennedy yaitu Robert Francis Kennedy (1925-1968). Seorang senator yang menjabat menteri pengadilan yang kemudian mati ditembak saat berkampanye. Berbeda dengan saudaranya, Robert memilih gaya retoris sederhana tetap berkesan. Tokoh terkenal tahun 1925-1968, dialah Martin Luther King. Dia seorang pengkhotbah kulit berwarna yang memperjuangkan hak asasi golongan kulit hitam yang berasal dari Alabama. Dalam perjuangannya Martin Luther King mengembangkan pidato-pidato yang demagogig dan mewakili nilai retoris. Pidatonya yang berjudul “I have a dream” yang diucapkannya tanggal 28 Agustus 1983 di tugu Lincoln merupakan pidato yang dicatat dalam sejarah dunia.
d.      Jerman
Sampai saat reformasi, ilmu retorika di Jerman tidak dapat berkembang pesat, karena bangsa Jerman dikuasai kaisar yang otoriter. Reformasi yang dipimpin Martin Luther mempelopori retorika di Jerman. Kepandaian dan seni bicara mulai dikembangkan. Damagog terkenal pada zaman ini adalah Adolf Hitler (1889-1945). Setelah percobaan coup yang gagal pada tahun 1923, sebagai tawanan ia mengarang buku Mein kampf yang berisi program politiknya. Dalam salah satu bab ia menuliskan arti pidato. Pidato-pidato Hitler memiliki daya sugesti yang kuat dan meyakinkan. Selain Hitler tersebut pula Goering dan Joseph Goebbels. Dia adalah mentri yang menangani bidang propaganda pada zaman Hitler. Goebbles seorang demagog yang paling brilian. Hal ini dibuktikan tidak saja lewat pidatonya tetapi juga lewat tulisan-tulisannya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar