Sabtu, 24 Desember 2011

Stress

Nikmatilah Stres, Karena Tak Punya Stres Bisa Bahaya
Jakarta, Stres tinggi dikenal sebagai biang segala penyakit, namun stres tidak semuanya buruk. Stres tetap dibutuhkan dalam kadar yang tepat untuk dapat merangsang sistem otak. Jarang terkena stres juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Kehidupan yang bebas dari stres sering dianggap sangat membahagiakan dan menyehatkan. Tapi nyatanya stres juga bisa menyehatkan otak. Maka itu nikmatilah beberapa stres yang muncul agar terhindari dari bahaya kesehatan.
Menurut penelitian terbaru seperti dilansir Time, Sabtu (24/12/2011), orang yang paling bahagia dan sehat adalah orang yang memiliki setidaknya beberapa paparan stres dan pengalaman negatif.
Meski banyak penyakit yang dipicu atau diperparah dengan tingkat stres yang tinggi, namun stres tidak semuanya buruk. Stres dalam kadar sedang tetap diperlukan untuk perkembangan tubuh yang sehat. Yang berbahaya adalah stres dengan kadar besar dan tidak berkendali, terutama di usia awal kehidupan.
Tinjauan baru menambahkan bukti bahwa sistem otak berfungsi sama seperti otot, harus diperkuat melalui latihan secara bertahap dengan meningkatkan beban pada tahap pembangunan yang tepat. 
Tetapi otot juga akan 'layu' tanpa olahraga dan terluka jika tiba-tiba dimuati terlalu banyak beban tanpa pelatihan sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada otak dengan beban latihan adalah stres.
Dalam sebuah penelitian, peneliti mewawancarai 2.000 orang dewasa tentang pengalaman hidup dengan 37 kejadian negatif, seperti penyakit serius atau cedera, perceraian orangtua, kematian anggota keluarga, bencana alam serta pelecehan fisik dan seksual. Peserta juga memberikan informasi tentang berapa umur mereka ketika berbagai peristiwa terjadi.
Partisipan juga ditanya tentang tingkat kesusahan, fungsi di tempat kerja dan dalam hubungan mereka, gejala pasca-trauma stres dan kepuasan hidup secara keseluruhan. Partisipan diikuti selama dua tahun.
Tidak mengherankan, banyak pengalaman negatif yang diderita di masa lalu, akan berdampak pada gangguan dan stres trauma, serta kurang puasnya dengan kehidupan. Namun hal itu menurut peneliti tidak berlaku secara linier.
Dengan kata lain, stres terlalu banyak dapat membuat hidup Anda sulit, tetapi memiliki stres yang sedikit pun akan menyebabkan masalah yang serupa.
Karena orang yang sudah cukup melalui masalah (stres dalam tingkat sedang) memiliki kemampuan untuk mengatasi dan memiliki cukup jaringan yang lebih mapan dalam dukungan sosial, sehingga lebih mudah bagi mereka untuk menangani pengalaman yang sulit di kemudian hari.
9 Gejala Stres yang Dirasakan oleh Tubuh
1. Sakit kepala
"Stres yang tiba-tiba dapat mengakibatkan Anda terserang migrain. Tidur dan makanlah secara teratur untuk meminimalkan sakit kepala dan minumlah obat-obatan yang alami untuk meringankannya," kata Todd Schwedt, MD, kepala University Headache Center di Washington.
2. Kram Perut
Studi di Harvard menemukan bahwa wanita yang mengalami stres pada periode menstruasinya akan mengalami kram perut dua kali lipat lebih menyakitkan daripada biasanya.
Hal ini karena ketidakseimbangan yang disebabkan oleh hormon stres. Berolahraga ringan dapat mengurangi aktivitas sistem saraf simpatik yang dapat menenangkan kram dan stres.
3. Sakit Rahang
Gigi yang bergemeretak ketika tidur dapat diperburuk oleh stres hingga menyebabkan rasa sakit pada rahang. Konsultasikan pada dokter gigi Anda tentang masalah pada rahang tersebut juga konsultasikan bagaimana cara mengatasi gigi yang bergemeretak ketika tidur.
4. Mimpi Buruk
Ketika Anda sedang stres, Anda akan lebih sering terbangun dan memungkinkan citra yang tidak menyenangkan muncul dalam mimpi Anda sepanjang malam.
Kebiasaan tidur yang baik dapat membantu mencegah hal ini. Pastikan Anda tidur 7 sampai 8 jam setiap malam, dan hindari mengonsumsi kafein dan minuman beralkohol sebelum tidur.
5. Pendarahan Gusi

Menurut penelitian di Brasil, orang yang stres memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap penyakit periodontal. Peningkatan hormon stres dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh dan memungkinkan bakteri untuk menyerang gusi. Rajinlah menggosok gigi dan menjaga kebersihan mulut Anda.
6. Munculnya Jerawat
Stres meningkatkan peradangan yang menyebabkan jerawat. Anda dapat mencegah pertumbuhan jerawat dengan menggunakan lotion yang mengandung asam salisilat atau benzoyl peroxide yang membasmi bakteri penyebab jerawat, juga pakailah pelembab noncomedogenic sehingga kulit tidak terlalu kering.
7. Kulit Gatal
Sebuah penelitian di Jepang baru-baru ini terhadap lebih dari 2.000 orang menemukan bahwa orang yang stres memiliki kemungkinan menderita gatal kronis, atau pruritus dua kali lipat lebih besar.
Perasaan cemas atau tegang juga memperburuk kondisi yang mendasari penyakit kulit lainnya seperti dermatitis dan eksim psoriasis. Hormon stres mengaktifkan serabut saraf yang menyebabkan sensasi gatal.
8. Alergi semakin Parah
Pada penelitian yang dilakukan tahun 2008 di Ohio State University College of Medicine menemukan bahwa penderita alergi yang sedang stres akan menunjukkan gejala alergi yang lebih serius.
Hormon stres dapat merangsang produksi IgE, protein darah yang menimbulkan reaksi terhadap alergi.
9. Sakit Perut
Kecemasan dan stres dapat menyebabkan sakit perut, bersama dengan sakit kepala, sakit punggung, dan insomnia.



Jangan Coba-coba Lakukan 10 Hal Ini Jika Ingin Bahagia
1. Merenungkan masa lalu
Setiap orang pasti pernah mengalami trauma selama hidupnya. Cara seseorang untuk menghadapi trauma itu bisa saja membedakan cara orang yang bersangkutan untuk mendapatkan kebahagiaan.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science mengungkapkan bahwa selalu memikirkan kejadian di masa lalu merupakan pemicu utama depresi klinis.
Hal ini karena banyak orang menderita apa yang disebut bias memori selektif (selective memory bias). Studi yang dipimpin oleh pakar neurosains kognitif Dr. Elizabeth Kensinger dari Boston College mengungkapkan bahwa orang cenderung lebih banyak mengingat kejadian-kejadian negatif di masa lalu daripada kejadian positif.
Semakin banyak hal buruk yang diingat maka mereka akan semakin cenderung terlalu menekankan hal itu dan membesar-besarkan dampaknya terhadap kehidupannya di masa kini.
Masa lalu memang tak bisa diubah namun merenungkannya memberikan perasaan ketidakberdayaan dan kepahitan yang kuat.
2. Mengejar ketenaran atau uang
Banyak penelitian ilmiah menunjukkan bahwa kekayaan, barang-barang mewah dan ketenaran hanya memberikan sedikit pengaruh terhadap kebahagiaan.
Survei yang dilakukan terhadap sejumlah milyarder Amerika dan dipublikasikan dalam jurnal Social Indicators Research menemukan bahwa sebagai sebuah kelompok masyarakat, mereka tak lebih bahagia dibandingkan rata-rata kelas menengah Amerika.
Hanya sedikit milyarder Amerika yang mengaku bahagia namun tak ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah uang. Lalu apa yang membuat mereka bahagia? Rata-rata mengaku dilimpahi kehangatan dan cinta dari pasangannya serta menemukan tujuan hidupnya.
Studi lain dari University of Rochester menunjukkan bahwa orang-orang yang mengejar ketenaran sebagai tujuan utama hidupnya takkan merasa bahagia dibandingkan mereka yang memiliki ambisi lebih tinggi.

3. Mencemaskan masa depan
Merenungkan masa lalu memang bisa menyebabkan depresi, namun hal ini sama halnya dengan mencemaskan masa depan.
Penelitian yang dilakukan oleh psikolog Suzanne Segerstrom dari University of Kentucky menemukan bahwa semakin banyak waktu yang dihabiskan seseorang untuk memikirkan tentang 'bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi' maka mereka semakin cenderung membayangkan sesuatu yang sebenarnya takkan terjadi. Hal ini jelas-jelas menimbulkan emosi yang tak ada gunanya dan buang-buang waktu.
Hal ini tak hanya akan menimbulkan kecemasan namun penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Circulation ini juga mengindikasikan risiko penyakit jantung koroner hingga memperpendek angka kelangsungan hidup.
4. Terobsesi dengan penampilan fisik
Pada suatu waktu nanti, kecantikan itu akan memudar sehingga jika Anda terobsesi dengan hal itu maka kebahagiaan Anda ikut hilang bersamanya.
Sebuah studi dalam Journal of Positive Psychology mengemukakan bahwa seorang model yang berada di puncak kecantikannya sekalipun seringkali merasa tak bahagia dan memiliki lebih banyak masalah psikologis dibandingkan rekan-rekannya.
Studi lain dalam Australian and New Zealand Journal of Psychiatry yang mengamati anak-anak beusia 9-12 tahun menemukan bahwa orang-orang yang percaya kecantikan merupakan sumber kebahagiaan lebih cenderung terkena depresi dibandingkan orang yang tidak berpikir begitu.
Kecantikan membuat orang menjadi bergantung pada evaluasi orang lain. Hal ini menciptakan kecemasan karena harapan terhadap kebahagiaan akan diberikan oleh kenalan dan orang asing yang opini atau cara berpikirnya tak bisa dikontrol oleh orang yang tergila-gila pada penampilan fisik itu.
5. Melakukan kebiasaan buruk secara otomatis
Kebiasaan muncul setelah dilakukan berulang kali hingga alam bawah sadar bisa melakukannya tanpa terencana. Masalahnya, banyak orang dengan kebiasaan buruk yang biasa dilakukan secara otomatis tanpa menyadari bahwa kebiasaan semacam itu menjauhkannya dari pencapaian tujuan dan kebahagiaan.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Scientific American mengungkapkan bahwa banyaknya 'kegagalan untuk mendapatkan kebahagiaan' itu justru berasal dari kebiasaan buruk, bukannya ketidakmampuan untuk mencapai kebahagiaan itu sendiri.
Kabar baiknya, sekali Anda menyadari bahwa beberapa kebiasaan mensabotase kebahagiaan Anda, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Phillippa Lally dan dipublikasikan dalam European Journal of Social Psychology menunjukkan bahwa Anda bisa mengubahnya hanya dalam 18 hari.
6. Berpikir secara hitam dan putih
Orang-orang cenderung berpikiran menyimpang sehingga membuat sejumlah hal tampaknya lebih buruk dari kenyataannya.
Berpikir bahwa setiap masalah atau orang hanya ada dua macam yaitu baik atau buruk atau menggunakan kata-kata seperti tak pernah (never), tak ada (nothing), segalanya (everything) atau selalu (always) menunjukkan bahwa Anda adalah pemikir yang terpolarisasi.
Penelitian yang dipublikasikan oleh psikolog Nalini Ambady dari Stanford University telah menunjukkan bahwa pemikiran yang terpolarisasi menciptakan sedikitnya dua masalah serius:
Pertama, kondisi ini menjamin realitanya telah menyimpang sehingga mendorong munculnya keputusan yang buruk dan kesalahan kritis dalam menilai sesuatu. Kedua, terlalu banyak pikiran menyimpang memperbesar emosi negatif seperti depresi, kecemasan, kemarahan dan ketakutan.
7. Pesimis
Menurut penelitian, orang yang optimis hidupnya lebih lama dan lebih sehat. Psikolog Martin Seligman dari University of Pennsylvania telah mempublikasikan penelitian ekstensif yang menunjukkan bahwa orang yang optimis juga lebih sukses dalam berkarir, menghasilkan lebih banyak uang, punya lebih banyak teman serta memiliki hubungan romantis yang lebih tahan lama dan lebih baik daripada orang yang pesimis.
Secara kritis, penelitian baru dalam jurnal Psychological Science juga mengemukakan bahwa orang yang positif memiliki persepsi yang akurat terhadap realita dan menghadapi stres lebih baik daripada orang yang negatif.
Ketika hal-hal buruk terjadi pada orang yang optimis, mereka akan lebih tahan banting, lebih cepat untuk bangkit dan cenderung memenangkan kesulitan yang dihadapinya dibandingkan orang yang pesimis.

8. Berkutat dalam lingkungan yang negatif
Entah itu film, musik, video game atau tempat tinggal, lingkungan fisik bisa mempengaruhi kebahagiaan seseorang lebih banyak dari yang mereka sadari.
Penelitian menunjukkan bahwa setiap manusia sangat rentan dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri. Tak adanya cahaya alami yang masuk ke rumah, terlalu banyak kekacauan atau pencitraan yang buruk dapat memicu kecemasan, depresi dan insomnia.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Broadcasting and Electronic Media and Psychological Science menunjukkan bahwa terlalu banyak konsumsi media negatif seperti menonton film atau berita yang menyedihkan, memainkan video game yang penuh kekerasan, mendengarkan musik yang marah atau sedih serta membaca buku-buku yang isinya mengganggu dapat menyakiti mood, emosi dan prospek kehidupan Anda.
9. Berkumpul dengan orang-orang yang salah
Hampir sama dengan lingkungan fisik, keluarga atau teman-teman yang bersifat negatif, tak bahagia atau labil dapat menularkan karakteristiknya itu kepada Anda.
Beberapa studi yang dilakukan pakar ilmu sosial dan dokter Nicholas Christakis dari Harvard menunjukkan bahwa pikiran dan emosi, baik itu positif maupun negatif sangatlah menular dan bisa ditransmisikan satu sama lain hanya dalam waktu 1 detik.
Temuan lain menyatakan, orang-orang yang mempertahankan hubungan yang sehat akan lebih bahagia daripada mereka yang tidak melakukannya. Jaringan sosial yang kuat merupakan alasan mengapa orang Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia, dilaporkan memiliki tingkat kebahagiaan tertinggi dibandingkan orang-orang di negara maju.
10. Egois
Sebuah studi menemukan bahwa memahami perspektif orang lain, berbelas kasih dan membantu orang lain tanpa pamrih sangat penting untuk mencapai kebahagiaan.
Jika orang-orang semakin terfokus pada dirinya sendiri maka mereka akan semakin sering merenungkan, mengkhawatirkan dan membuat persepsi terhadap munculnya realita yang terburuk.
Studi lain yang dilakukan oleh Stephen G. Post dari Case Western Reserve University mengungkapkan bahwa orang-orang yang penuh perhatian dan suka membantu terlihat lebih bahagia, emosinya lebih tangguh, lebih sedikit memiliki masalah psikologis serta mengalami peningkatan kesehatan fisik dan angka harapan hidup.
Orang-orang semacam ini juga lebih cenderung mendapatkan promosi di tempat kerjanya, jarang stres dan tak mudah marah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar