Senin, 28 Mei 2012

Dakwah tentang wanita, istri dan ibu.


BAB I
PENDAHULUAN
          Da’wah menurut bahasa memiliki pengerian yang sangat luas, dalam kamus al Munawwir disebutkan bahwa kata-kata da’wah berasal dari kata دعا يدعو دعاعا - ودعوة yang berarti “memanggil, mengundang”. Kemudian arti الدعوة adalah  “do’a, seruan, panggilan, ajakan, undangan, dan permintaan.” Sedangkan الداعي berarti “orang yang berda’wah”.
          Jadi dakwah secara kebahasaan adalah ajakan kepada sesuatu yang baik juga. Apabila ditinjau dari segi terminologi maka dakwah mengandung arti seluruh aktivitas manusia yang dilaksanakan secara sadar dan terencana yang bertujuan merubah pola pikir dan tingkah laku manusia secara dinamis ke arah yang lebih baik, sehingga terwujud kebahagiaan dan kedamaian manusia baik di dunia maupun di akhirat.
          Tujuan dakwah itu sendri adalah menjadikan manusia muslim mampu mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan menyebarluaskan kepada masyarakat yang mula-mula apatis terhadap Islam menjadi orang yang suka rela menerimanya sebagai petunjuk aktivitas duniawi dan ukhrawi.
          Sekarang adalah zaman setaiap manusia disibukan oleh kepentingan pribadinya sehingga tidak ada yang bisa dilihat selain tuntutan pribadi. Prosisi muslimah sekarng ini menyedihkan, ia menemukan berbagai aliran keras berupaya menjerumuskan dirinya kelembah kesestan danmemasukkannya kedalam lingkaran setan.
 Wanita seperti yang kita kenal adalah sebagai pencetak generasi, dialah yang mencetakkan para tokoh dan pahlawan akan tetapi orang muslimah tidak lagi mampu menciptakan keluarga yang kuat, kecuali jika ia sebagai muslimah yang menghargai agamanya, berpengang teguh pada al-qur’an dan as-sunah’. Dari hal itu sangatlah penting adanya dakwah yang dikhususkan kepada wanita sehingga penting diadakannya jama’ah atau kajian untuk wanita.



BAB II
Pembahasan
A.    Wanita
Dari Aisyah Radiyallahu anha menuturkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
قَدْ أُذِنَ أَنْ تَخْرُجْنَ فِي حَاجَتِكُنَّ 
“Telah diijinkan bagi kalian (wahai para wanita –ed) untuk keluar pada hajat-hajat (kebutuhan-kebutuhan) kalian” (HR. Bukhari dan Muslim)
 Tentang Shahabiyah Yang Meriwayatkan Hadist
Beliau adalah Ummul Mukminin (Ibunya Kaum Muslimin), salah seorang istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Asiyah Radhiyallahu anha. Seorang yang termasuk kibar fuqaha shahabat dan wanita yang paling mengerti tentang agama.
Pada asalnya seorang wanita tempatnya adalah dirumahnya, hal ini untuk kebaikkan dunia dan akhirat mereka. Namun syariat kita membolehkan seorang wanita keluar dari rumahnya untuk hajat (kebutuhan) yang dibolehkan secara syar’i untuk mereka keluar dari rumahnya dengan menutup aurat dan memperhatikan adab-adab keluar bagi seorang wanita. Diantara hajat (kebutuhan) seorang wanita yang dibolehkan untuknya keluar seperti keluar untuk shalat di masjid, keluar untuk menuntut ilmu agama, keluar untuk melaksanakan shalat ied, keluar untuk mengahadiri undangan walimah dan yang lainnya. Namun sangat disayangkan berapa banyak wanita keluar semaunya ditambah lagi dengan membuka aurat, memakai minyak wangi dan penyelisihan syar’i lainnya. Akibat jelaknya  tak sedikit menimpa dirinya dan kaum muslimin dari tersebarnya perzinaan dan perselingkuhan bahkan pemerkosaan.
Faidah yang dapat diambil dari hadits, diantarnya:
1.    Syariat kita membolehkan wanita keluar untuk memenuhi hajat (kebutuhan) mereka.
2.    Keluar rumah untuk memenuhi hajat (kebutuhan) tidak meniadakan (menghilangkan) perintah bagi wanita untuk tinggal dirumah
3.    Pengkhususan haruslah berdasarkan dalil. Dikarenakan pengecualian keluar karena ada hajat (kebutuhan) dari perintah seorang wanita untuk tetap tinggal dirumahnya terjadi berdasarkan dalil.
4.    Keluar yang tidak sampai terhitung safar (berpergian jauh) tidak disyaratkan adanya mahram yang menemaninya, keluarnya wanita sendirian apabila di jalanan aman.
5.    Sesuatu yang tidak terhitung secara syar’i sebagai hajat (kebutuhan) maka keluarnya tidak di ijinkan (tidak dibolehkan).
B.   Ibu
          Menunggu dirimu yang masih berada di dalam kandungan merupakan sutu kenangan dan kebahagiaan yang tiada batas oleh ibu. Suatu kebahagian yang memadamkan seluruh rasa lelah, letih serta payah dan suatu kenangan indah yang saat ini masih dikenang indah olehnya.                     Tahukah engkau saat usiamu di dalam kandungannya telah mencapai 120 hari, yaitu pada saat Allah mengutus malaikat-Nya untuk meniupkan ruh ke dalam jasadmu dan sekaligus menetapkan kebahagiaan serta kesedihanmu ketika berada di dunia dan di akhirat
          Dan, saat itu engkau mulai menggerak-gerakkan badanmu, engkau mulai bermain-main sekehendakmu sendiri dan engkau memutar-mutarkan seluruh ragamu di dalam perut ibumu yang sempit sebagai tanda bahwa engkau hidup di dalam kandungannya. Ibumu sangat gembira merasakan keadaanmu meskipun rasa sakit, dan letih dirasakannya seiring dengan bertambahnya umur dan berat badanmu.
          Bagi ibu kesabarannya pada saat itu merupakan kasih sayangnya untukmu, kegelisahannya pada saat itu semata-mata hanya mengkhawatirkanmu dan kepenatan ibumu pada saat itu adalah demi kesehatanmu serta tiada yang dilakukan ibumu pada saat mengandungmu kecuali untuk memberikan yang terbaik untuk dirimu.
          Waktu terus berlalu dan saat itu pula engkau sudah tidak lagi betah untuk bermain-main di dalam kandungan ibumu, engkau memberontak dan ibumupun mengetahui isyaratmu bahwa engkau ingin segera keluar  dari kandungannya, bergegas ibumu membawamu ke tempat yang nyaman dan aman  yang disitu kamu bisa dilahirkan dengan baik, dan bersegera pula ayahmu mencari seorang yang ahli yang mampu membantu untuk memenuhi keinginanmu keluar dari kandungan ibumu.
          Saat itu adalah saat yang sangat mendebarkan dan menegangkan bagi semua orang yang mengharapkan kehadiranmu terutama bagi ibumu. Ketahuilah, saat itu ibumu merasakan rasa sakit yang tidak pernah dirasakan sebelumnya dan perasaan khawatir yang sangat besar akan keselamatanmu, hingga seolah-olah terdapat dua pilihan yang nampak di depan matanya yaitu mati ataukah hidup. Dan aku yakin, engkau pasti mengetahui apa yang dipilih oleh ibumu, dengan menahan rasa sakit saat melahirkanmu, di dalam hati, ibumu seraya berdoa, “ Yaa Allah Rabku, permudahlah kelahiran anakku, apabila saat ini adalah kematianku maka matikanlah aku, namun biarkanlah anakku hidup sehingga dia dapat merasakan dunia serta isinya yang telah engkau ciptakan untuknya.”.
          Kemudian segala Puji Hanya Milik Allah yang telah menyelamatkanmu sehingga engkau telah terlahir dan yang telah menciptakanmu dengan sempurna. Akhirnya pada saat itu engkaupun menangis dan jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan bagi seluruh keluarga yang menunggumu, tampak tubuhmu yang berwarna merah sebagai tanda bahwa engkau pernah menjadi satu bagian dalam tubuh ibumu dan matamu yang terpejam mengisyaratkan tanda ketidaksiapanmu untuk melihat dunia barumu. Semua tersenyum melihat keadaanamu, perasaan sakit yang diderita ibumu seolah-olah teredam oleh kelahiranmu yang sempurna, kekhawatiran besar ibumu kemudian berubah menjadi perasaan gembira dengan kedatanganmu, dan ayahmu memeluk dan mencium kamu dan ibumu sebagai wujud kegembiraannya karena engkau telah tiba.
          Kemudian waktu demi waktu telah berlalu dan kau pun mulai tumbuh dewasa, kau telah pandai untuk membaca dan menghitung, dan bahkan engkau telah pandai untuk membaca qur’an serta memberikan manfaat untuk benyak orang.                                                                         
Sebenarnya islam adalah sumber petunjuk yang membimbing hidup manusia untuk senantiasa berada dalam kebaikan, dengan kata lain orang yang berada dalam kebaikan adalah orang yang paham tentang agamanya.Ibu adalah orang yang paling berhak untuk mendapatkan segala perlakuan baik tersebut dan ibu harus lebih didahulukan karena beliau lebih banyak bersusah payah, banyak memberikan kasih sayang dan pelayanan kepada anaknya, ibu juga lebih banyak mengalami kesukaran disaat mengandung, disaat menyusui, kemudian mendidik, melayani serta merawat anaknya ketika sedang sakit dan lain sebagainya.
Bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yg pertama ialah hamil kemudian melahirkan dan selanjut menyusui. Karena itu kebaikan kpd ibu tiga kali lebih besar dari pada kpd bapak.                                                                                                             
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ شُبْرُمَةَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ وَقَالَ ابْنُ شُبْرُمَةَ وَيَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ مِثْلَهُ
Dari Abu Hurairah ra berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw dan bertanya:”Wahai Rasulullah saw, siapa orang yang paling berhak untuk diperlakukan dengan baik?”. Rasulullah saw menjawab:”Ibumu”, ia bertanya:”lalu siapa lagi?”, Rasul saw menjawab:”ibumu”, lalu bertanya lagi:”lalu siapa lagi?”, Rasul saw menjawab:”ibumu”, berkata lagi:”lalu siapa lagi?”, ia menjawab:”lalu ayahmu”.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berbuat baik kepada kerabat dan ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu adalah ayah, kemudian setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya. Para ulama mengatakan bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang dia alami, curahan perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya. Terutama lagi ketika dia hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui, dan juga tatkala mendidik anak-anaknya sampai dewasa.” (Syarh Muslim 8/331)
          Maka dari itu kita harus memberikan penghargaan dan kemulian yang dibelikan kepada ibu melebihi dari pada ini. Malahan walau berbeda keyakinan berlainan agama misalnya ibu tetap wajibdihormat, meskpun agamanya tidak diikut.
Kedudukan yang begitu tingginya diberikan kepada ibu adalah ajaran islam tertulis hitam di atasputih. Dan durhakan\ kepada ibu bapak termasuk sab’il-mubiqaat Tujuh dosayangsangat besar.....”
          Berbaktilah kepada kedua orantuamu terutama ibumu semata-mata karena Allah telah menyuruhmu untuk berbakti kepadanya. Bersyukurlah kepada Allah yang telah menciptakanmu serta ayah dan ibumu kemudian bersyukurlah kepada ibumu yang telah melahirkan dan merawatmu. Bersegeralah untuk berbuat kebaikan karena engkau tidak mengetahui kapan dan dimana engkau akan mati serta dimana tempatmu akan kembali.
Wanita dikaruniai oleh Allah SWT kemampuan untuk mengandung dan menyusui.Tak bisa dipungkiri seorang ibu memiliki peranan yang sangat penting terhadap proses tumbuh kembang anak.Seorang ibu juga berperan dalam mendidik anak-anaknya sehingga ibu menjadi madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya.Dengan berbekal pemahaman Islam yang kuat, seorang ibu akan mampu mengantarkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang doanya senantiasa didengar oleh Allah SWT yang tidak lain adalah anak-anak yang shaleh, melalui seorang ibu juga para pemimpin yang unggul akan terwujud.Tak ayal lagi, kedudukan sebagai ibu adalah sangat ideal bagi wanita. Kriteria seorang ibu ideal diantaranya :
  1. Memiliki aqidah dan Syakhshiyyah Islamiyyah
Seorang ibu yang memiliki aqidah yang  kuat akan memiliki keyakinan bahwa anak adalah amanah Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Ibu yang seperti ini akan berupaya keras untuk menanamkan keimanan yang kokoh kepada anak-anaknya sejak dini.Firman Allah yangbisa kita renungi yaitu QS Al Hadid : 20.
Seorang ibu juga harus memiliki syakhshiyyah Islamiyyah (kepribadiam Islam) yang kuat.Artinya menjadikan aqidah Islam sebagai asas, baik dalam berfikir maupun berbuat, menjadikan hukum syara’ sebagai standar dalam perbuatannya juga akan menjadi teladan yang baik dan menjadi contoh pertama anak-anaknya.
2.      Memiliki Kesadaran untuk Mendidik Anak-anaknya sebagai Aset Umat
Ibu yang baik tentu tidak egois hanya mendidik agar anaknya mampu mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu mengurus orangtuanya ketika tua.Akan tetapi seorang ibu harus juga mampu mengarahkan anaknya untuk berjuang menjalankan perintah Allah SWT yaitu memperjuangkan umat Islam.Kita bisa melihat teladan beberapa orang shahabiyat seperti Asma’ binti Abu Bakar Ash Shidiq yang mampu menjadikan anaknya, Abdullah bin Zubair, seorang kuat keimanannya dan tidak mengenal takut untuk berjuang di jalan Allah SWT.Al Khansa seorang ibu yang memiliki jiwa heroik yang sangat menyala dalam membela din dan kebenaran. Keempat putranya syahid di medan pertempuran dan ia tidak meratapinya dan juga tidak mengeluh.

3.      Mengetahui dan mengasai konsep pendidikan anak
Seorang ibu haruslah memiliki wawasan dan keilmuan yang tinggi.Seorang ibu harus terus memperkaya dirinya untuk memahami perkembangan kondisi anaknya (baik aspek fisik, pikir dan nalurinya).

Untuk menjadi ibu ideal seperti gambaran di atas, tentulah tidak bisa jika hanya berdiam diri. Perlu dilakukan pembinaan secara rutin  dan berkesinambungan agar para ibu memiliki aqidah dan sykhshiyyah Islamiyyah yang tinggi. Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam membina dan mendidik anak agar menjadi generasi yang shaleh, generasi yang menghasilkan pemimpin yang unggul.
          Maka Ibu-ibu yang dimuliakan Allah SWT, bahwa Allah SWT tidak suka ada suatu perkara, sesuatu benda yang melalaikan kitdaripada Allah SWT, yang mengganggu urusan kita untuk pengorbanan di jalan Allah SWT. Lantaran itu Allah SWT telah perintahkan Nabi kita Muhammad SAW,”Katakanlah wahai Muhammad, jika bapak-bapak kamu, anak-anak kamu, isteri-isterikamu (suami-suami kamu), keluarga kamu, harta kamu, perniagaan kamu, rumah yangkamu sayang, menyekat kamu, lebih kamu cinta daripada mengorbankan daripadakeluar ke jalan Allah SWT dan berjihad di jalan Allah, kamu tunggu, bahwa akandatang sesuatu dari Allah SWT, datang azab dari Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” Maka ibu-ibu yangdimuliakan Allah SWT, disini ulama-ulama kata, bahwa ini merupakan 8 utas taliyang mengikat manusia daripada berjuang di jalan Allah SWT. Berjuang,membelanjakan harta mereka, masa mereka, diri mereka untuk agama Allah SWT,membuat pengorbanan untuk Allah SWT. Sesiapa saja yang diikat oleh ke-8 tali tadi atau salah satu dari tali-tali tadi maka mereka telahtidak mampu membuat pengorbanan di jalan Allah SWT. Maka tergolong di kalangan orang-orang yang fasik. Dan mereka tidak mendapat petunjuk daripada Allah SWT.


C.    Istri
          Asbab dukungan istri, banyak orang yang akan mendapat hidayah melalui suami mereka. Jika wanita telah memberi sumbangan, tenaga, dan sama-sama membantu suaminya buat usaha agama, maka mereka akan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT, sama seperti ganjaran yang didapati suami mereka tanpa mengurangkan sedikitpun ganjaran suami-suami mereka. Nanti asbab kerja sama ini, Allah SWT akan memperbaiki zuriat mereka, keturunan mereka, anak-anak mereka, sebagaimana Allah Ta’ala pelihara keluarga dan keturunan Ibrahim AS. Maka apabila wanita sama-sama memberi sokongan, sumbangan, dan berusaha bersama-sama dengan lelaki, maka dakwah lelaki akan menjadi kuat. Dakwahnya akan berkesan, karena setengah iman lelaki adalah dari wanita. Setengah iman lelaki adalah isterinya sendiri. Kalau isteri sudah memberi dukungan, memberi dorongan, dan mengambil bagian bersama suami dalam menyempurnakan tanggung jawab usaha dakwah, maka Allah SWT akan menjadikan dakwah suami menjadi lebih mantap dan lebih kuat. Jika tidak, Allah akan jadikan kerja agama suami seperti orang yang pincang, yaitu dia tidak dapat bergerak dan berjalan dengan baik. Dakwah suami menjadi tidak begitu kuat dan tidak begitu mantap, walaupun dia seorang alim yang besar, seorang da’i yang hebat, seorang nabi sekalipun bahkan termasuk yang’ulul Azmi. Itupun apabila isterinya tidak sama-sama mengambil bagian, tidak membantu dan menyokong, maka kekuatan dari kerja dakwahnya tidak akan berkesan dan tidak akan sempurna. Contoh nabi Nuh AS. Dia telah berdakwah di kalangan umatnya selama 950 tahun. Tapi isterinya tidak membantunya dalam kerja agama, isterinya tidak menyokongnya, maka ini akan melemahkan kerja mereka.
Di dalam Islam, peranan seorang istri memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan berumah tangga dan peranannya yang sangat dibutuhkan menuntutnya untuk memilih kualitas yang baik sehingga bisa menjadi seorang istri yang baik. Pemahamannya, perkataaannya dan kecenderungannya, semua ditujukan untuk mencapai keridho’an Allah Subhanhu Wa Ta'ala., Tuhan semesta Alam. Ketika seorang istri membahagiakan suaminya yang pada akhirnya, hal itu adalah untuk mendapatkan keridho’an dari Allah Subhanhu Wa Ta'ala. sehingga dia (seorang istri) berkeinginan untuk mengupayakannya.



عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا ق
النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ َوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
        Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Diperlihatkan neraka kepadaku. Ketika itu aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita." Seseorang bertanya, "Apakah mereka kufur kepada Allah?" Rasulullah menjawab, "Mereka kufur kepada suami dan tidak berterima kasih atas kebaikan yang diterimanya. Walaupun sepanjang masa engkau telah berbuat baik kepada mereka, begitu mereka melihat sedikit kesalahan darimu, maka mereka berkata, 'Aku tak pernah melihat kebaikan darimu'"                                        
                        أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْ                                                                                                          Diperlihatkan neraka kepadaku. Ketika itu aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita
               Jamak diketahui bahwa Rasulullah SAW diperlihatkan surga dan neraka ketika Mi'raj. Pada saat itu diantara pemandangan yang beliau lihat ialah banyaknya wanita yang masuk neraka. Ada sebagian orientalis yang menjadikan hadits-hadits seperti ini sebagai alat untuk menuduh Islam tidak memuliakan wanita. Padahal jika dihubungkan dengan populasi umat manusia, sebenarnya hadits ini sangat wajar. Bukankah populasi wanita lebih banyak dari laki-laki? Andai pun prosentase laki-laki dan wanita yang masuk neraka sama, secara kuantitas jumlah perempuan tampak lebih besar. Namun demikian, tentu ada sebab mengapa banyak wanita yang masuk neraka. Dan di sinilah kecerdasan para sahabat terlihat. Kecerdasan spiritual yang membuat mereka mengajukan pertanyaan agar mengetahui sebabnya lalu mengkondisikan istri dan putri mereka agar terhindar dari sebab itu.
قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ                                                                                                                                         
Seseorang bertanya “ Apakah mereka kufur kepada Allah?”
               Inilah pertanyaan sahabat. Karena mereka memahami bahwa faktor penyebab utama masuk ke dalam neraka adalah kekufuran; kufur kepada Allah. Sebagaimana faktor utama masuk surga adalah tauhid.
قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ                                                                                                            
Rasulullah menjawab, "Mereka kufur kepada suami dan tidak berterima kasih atas kebaikan yang diterimanya.
               Inilah jawaban Rasulullah SAW. Mereka bukan kufur kepada Allah alias kafir sebagai lawan dari iman. Namun mereka durhaka kepada suami. Durhaka kepada suami disebut kufur karena ia termasuk kemaksiatan, sebagaimana ketaatan juga bisa disebut iman. Abu Bakar bin Al Arabi menjelaskan dalam syarah-nya bahwa Imam Bukhari memberi judul bab ini dengan kata "kufur" maksudnya bukanlah kufur yang menyebabkan seseorang keluar dari agama. Karenanya pula, pada judul bab ada istilah "Kufr duuna kufrin" (kufur yang bukan kekafiran) sebuah istilah yang dipopulerkan Ibnu Abbas khususnya saat mengingkari fitnah kaum khawarij.
               Hadits ini semestinya menjadi peringatan bagi kaum wanita agar tidak durhaka kepada suami, dalam hal-hal yang yang tidak bertentangan dengan syariat. Demikian pula agar para istri membiasakan mengucapkan terima kasih kepada suami atas kebaikan-kebaikannya.
Bukan berarti para suami lantas menuntut terima kasih dan ketaatan dari istrinya setelah mengetahui hadits ini tanpa berbuat hal yang sama. Sungguh Islam telah mengatur kehidupan berumah tangga dengan cara yang sangat indah dan mulia. Bagi seorang suami ada kewajiban yang harus dipenuhi, ada pula hak baginya. Pun bagi istri, ada kewajiban yang harus dijalankannya, ada pula hak baginya. Jika masing-masing mampu menunaikan kewajibannya, maka hak keduanya akan tercapai dengan sendirinya. Jika masing-masing saling berterima kasih atas kebaikan, bahkan saat selesai berhubungan seksual, tentu keduanya akan hidup dalam keharmonisan; sakinah mawaddah wa rahmah.

لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
Walaupun sepanjang masa engkau telah berbuat baik kepada mereka, begitu mereka melihat sedikit kesalahan darimu, maka mereka berkata, 'Aku tak pernah melihat kebaikan darimu'
                 Inilah diantara bentuk kedurhakaan istri kepada suami. Mungkin karena menuruti perasaan/emosi, seorang istri begitu saja melupakan kebaikan-kebaikan suaminya hanya karena satu kesalahan, lantas menyebutnya tak pernah berbuat baik. Ibarat peribahasa, akibat setitik nila rusak susu sebelanga atau panas setahun dihapus hujan sehari. Dan betapa banyak kasus yang telah terjadi, karena hal seperti ini kemudian timbul masalah dalam kehidupan berumah tangga,  bahkan sampai tejadi cerai. Na’udzubillah. Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini diantaranya:
1. Rasulullah SAW diberi keistimewaan oleh Allah SWT untuk melihat neraka, khususnya pada saat Mi’raj.
2. Kebanyakan penduduk neraka adalah wanita. Ini sejalan pula dengan populasi wanita di dunia yang lebih banyak dari laki-laki.
3. Kecerdasan spiritual para sahabat yang bertanya mengenai sebab masuk neraka sehingga dengan mengetahui sebab itu bisa berhati-hati dan berusaha menghindarinya
4. Diantara sebab wanita masuk neraka adalah durhaka kepada suami dan tidak pandai berterima  kasih atas kebaikannya.
5.Durhaka kepada suami termasuk perbuatan kufur, namun bukan kufur yang mengeluarkan seseorang dari agamanya.
6. Boleh menyampaikan hadits secara tidak lengkap, asalkan tidak merusak maknanya
7. Ketika mendapati kesalahan suami, hendaknya seorang istri tidak bersikap seolah-olah suaminya tidak pernah berbuat kebaikan kepadanya
D.  Materi Dakwah tentang Wanita, Istri, dan Ibu
          Bidang pendidikan: Hal tersebut terkait dengan hal memuliakan dan pemurnian jiwa melalui iman. Pikiran dan jiwa sehingga bisa disentuh. Bidang ini dapat ditemukan di masjid-masjid, sekolah, asosiasi, kelompok Dakwah, dan lain-lain.
          Bidang sosial: Ini berhubungan dengan kesehatan tubuh dan psikologis serta pembangunan sosial dan interaksi antara orang-orang yang mencerminkan secara positif pada realisasi pendidikan rohani dan pembentuk karakter muslim.
Contoh yang lebih spesifik dari apa yang wanita dapat mengambil bagian sebagai
            Dakwah adalah
Rumah: Ini jelas merupakan tempat paling subur dan paling efektif. Yang telah ditetapkan Allah baik suami dan istri sebagai memelihara satu sama lain dan keluarga. Ibu dan ayah bertanggung jawab mendidik dan memelihara anak-anak mereka baik dari aspek fisik moral, psikologis, sosial, dan eksternal satu sama lain dan anak-anak mereka.
Komunitas Muslim: Amal, saran, dan arahan dapat ditawarkan kepada kerabat, tetangga, dan orang miskin.Sekolah Islam: Kegiatan pendidikan dan kurikulum dapat digunakan untuk bimbingn siswa perempuan serta guru perempuan dan staf. Masjid: Perempuan harus diizinkan pergi ke masajid untuk kegiatan bermanfaat. Masjid adalah tempat yang cocok untuk beberapa kegiatan perempuan seperti kelompok belajar Quran dan pelatihan lainnya. Serta tempat-tempat lain seperti Rumah Sakit, Penjara, dan Lembaga Kesejahteraan Sosial, Sekolah Tinggi atau Universitas Perempuan. Ada banyak ayat dalam Quran yang mewajibkan pria Muslim dan perempuan untuk melakukan Dakwah, dan mengajak kepada yang baik dan melarang yang jahat. Sebagai contoh, Allah berfirman:Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (QS.3 :104)



           



























BAB III
KESIMPULAN

            Sebaiknya seorang wanita harus mematuhi apa yang diperintahkan dan meninggalkan hal-hal apa saja yang dilarang Allah dan Rasulullah. Sedang sebagai seorang anak harus berbakti kepada orang tua, jangan menyakitinya dan gembiralah hati mereka berdua. Jangan pernah lupa bahwasanya surga ada di bawah telapak kaki ibu. Sesungguhnya ridho orangtua adalah ridho Allah, dan murka orangtua adalah murka Allah. Adapun sebagai seorang istri harus taat kepada suami, jagalah perasaannya, senangkan hatinya, penuhilah setiap permintaannya selama itu bukan dalam maksiat, jagalah diri dan hartantya ketika suami tidak ada. Karena sesungguhnya salah satu ciri istri yang shalihah adalah ketika dipandang suami ia menyenangkan, dan ketika suami sedang tidak ada disampingnya/sedang jauh darinya maka sang istri senantiasa menjaga kehormatan serta harta suaminya.

Berdakwah kepada wanita pada dasarnya memiliki manfaat yang teramat penting. Wanita sebagai calon istri dan calon ibu, mempunyai peranan penting dalam mengasuh, mendidik, serta mencerdaskan generasi unggul penerus bangsa dan agama. Pendidikan pertama yang diperoleh anak adalah dari rumah, dari keluarga, yang dalam hal ini adalah dari ibunya. Maka menjadi wajib bagi wanita untuk memiliki keilmuan yang memadai baik keilmuan umum, maupun khusus keagamaan untuk dapat membekali dirinya dalam mendidik anak-anak. Bahkan dapat dikatakan apabila wanita-wanita dalam suatu bangsa merupakan wanita yang mulia akhlaknya, maka mulialah bangsa tersebut. Dan apabila buruk akhlak wanita-wanita di suatu bangsa, maka buruklah bangsa tersebut.

Sebaiknya berdakwah itu tidak dilakukan dengan cara yang membosankan tetapi dilakukan dengan cara yang menarik. Contohnya majelis taklim yang dalam acara tersebut diakulturasikan dengan adat, budaya ataupun kebiasaan yang disenagi oleh para wanita seperti menyisipkan acara memasak, mengkreasi jilbab, arisan, dan lain sebagainya dalam rangkaian acara kajian.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar